Terima Uang dari Hongkong, Nur Alam Minta Tidak Dikirim ke Rekening Pribadi
Hal itu dikatakan Sutomo saat bersaksi bagi terdakwa Nur Alam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/2/2018), Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam diketahui menerima uang miliaran rupiah dari Richcorp International, sebuah perusahaan yang berdomisili di Hongkong.
Namun, uang tersebut tidak diberikan melalui transfer bank ke rekening pribadinya.
Baca: Jangan Malu-malu, PNS Juga Bisa Ikut OK OCE
Menurut saksi Sutomo, mantan customer service Bank Mandiri cabang Masjid Agung Kendari, Nur Alam sendirilah yang meminta uang tersebut tidak dikirim ke rekening pribadi.
Hal itu dikatakan Sutomo saat bersaksi bagi terdakwa Nur Alam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (7/2/2018).
"Dia tidak mau masuk ke rekening Beliau. Maunya masuk ke rekening Axa di Jakarta," kata Sutomo.
Uang dari Hongkong tersebut lalu dikirim ke rekening Axa Mandiri Financial Service di Jakarta. Kemudian, uang Rp 28 miliar dialirkan ke rekening perantara bank, atau yang disebut sebagai rekening GNC (Giro Non Customer).
Setelah itu, rekening GNC menerima lagi pengiriman uang sebesar Rp 1,9 miliar. Kemudian, uang-uang tersebut dikirim ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Sultra Timbel Mas Abadi.
Menurut Sutomo, Nur Alam berencana meminjam rekening milik orang lain. Saat itu, Nur Alam meminjam nama perusahaan PT Sultra Timbel Mas Abadi.
"Beliau bilang, dia sudah saya cari teman yang punya rekening perusahaan yang bisa dipinjam," ujar Sutomo.
Setelah uang dari Hongkong dikirim, Nur Alam menyerahkan uang tunai kepada Sutomo untuk dimasukan ke rekening PT Sultra Timbel Mas Abadi. Menurut jaksa, total uang dalam rekening itu sebesar Rp 58 miliar.
Diketahui Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137. Atau setidak-tidaknya Rp 1.596.385.454.137
Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.