Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Para Difabel Bisa Bersekolah di Sekolah Reguler

"Dengan sekolah inklusi, ABK bisa bersekolah dimanapun, tidak ada pembeda dengan anak lainnya," ucap Indra Gunawan.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Para Difabel Bisa Bersekolah di Sekolah Reguler
Tribunnews.com/Yanuar Nurcholis Majid
Kementerian PPPA menggelar diskusi terkait Anak Berkebutuhan Khusus di kantor Kementerian PPPA, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dengan sekolah inklusi tidak ada pemisah antara anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk bisa bersekolah disekolah reguler seperti anak lainnya.

"Dengan sekolah inklusi, ABK bisa bersekolah dimanapun, tidak ada pembeda dengan anak lainnya," ucap Indra Gunawan, Asisten Deputi Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Jumat (9/2/2018).

Saat mengisi acara diskusi bertema "Menjadi Disabilitas Bukan Hambatan" di Kementerian PPPA, Indra menjelaskan saat ini ABK sudah banyak yang bersekolah di sekolah reguler.

"Banyak anak tuna netra juga sekolah di sekolah umum, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak di Sekolah Luar Biasa (SLB)," ucap Indra.

Baca: Kafe di Surabaya Ini Mempekerjakan Karyawan Difabel

Permasalahan yang ditemukan adalah keberadaan SLB tidak mudah ditemukan terutama di daerah-daerah, sehingga dengan adanya sekolah inklusi diharapkan para ABK dapat bersekolah di sekolah reguler.

Berita Rekomendasi

Untuk menyiapkan program inklusi dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), termasuk guru dan anak-anak yang bisa menerima keberadaan ABK tersebut.

"Dibutuhkan SDM termasuk guru dan tentu anak-anak dilingkungan sekolah yang mampu menerima keberadaan ABK tersebut," ujar Indra.

Lebih lanjut Indra menjelaskan bahwa terjadi kekerasan terhadap ABK, lebih kepada kecemasan karena lingkungan yang belum siap untuk menerima keberadaan para anak berkebutuhan khusus tersebut.

"Para anak berkebutuhan ini mendapat stigma tidak berprestasi, padahal anak-anak ABK bisa tumbuh dan berkembang dilingkungan masyarkat, bagaimana keluarga membentuknya," ujar Indra.

Masih banyaknya pandangan masyarakat negatif yang ada pada disabilitas, menyebabkan disabilitas menjadi masalah sosial.

"Disabilitas punya hak yang sama, siapapun dasabilitasnya punya hak yang samayan harus dipenuhi, misalnya guru ngajar harus dengan sebar, itu memang hak anak mendapatkan pelayanan yang terbaik," tutup Indra. 

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas