Patut Diduga ada Kaitan Antara Pertemuan Arief dan DPR dengan Putusan MK
Dewan etik kan bilang memang ada pertemuan, cuma sanksinya ringan karena ada klaim itu bukan lobi.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengejutkan.
Namun, apakah keputusan tersebut berkaitan dengan pertemuan yang terjadi antara Arief Hidayat dan DPR, Bivitri enggan mendahului penyidikan.
"Terus terang kami sudah menduga. Kalau ditanya kaitannya, saya kira kalau belum ada penyidikan yang mendalam kami tidak bisa bilang ini terkait langsung," kata Bivitri di Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Meski demikian, dia mengatakan, jika menilik uraian yang disampaikan Dewan Etik MK, maka memang patut diduga ada kaitan antara pertemuan Arief dan DPR dengan putusan MK kemarin.
"Dewan etik kan bilang memang ada pertemuan, cuma sanksinya ringan karena ada klaim itu bukan lobi. Tetapi menurut kami pertemuan saja itu sudah tidak pantas secara etis," ujar Bivitri.
Indikasi kedua yaitu keputusan MK untuk tidak menerbitkan putusan sela atau provisi atas uji materi hak angket KPK.
"Jadi indikasi (ada kaitannya) sudah cukup kuat. Makanya beberapa pemohon, termasuk ICW dan kawan-kawan menarik permohonannya. Kemarin itu kan putusan untuk permohonan dari dua pemohon lain," kata Bivitri.
Sebagaimana diketahui, dalam putusan yang diketok kemarin Kamis (8/2/2018), MK menyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari eksekutif. Sehingga merupakan objek dari hak angket DPR.
Bertentangan dengan sebelumnya
Menurut mantan Ketua MK Mahfud MK, putusan tersebut bertentangan dengan empat putusan MK sebelumnya, yang menegaskan bahwa KPK bukanlah bagian dari eksekutif.
"Jadi putusan MK kemarin itu bertentangan dengan putusan-putusan sebelumnya," kata Mahfud MD saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Putusan yang dimaksud yakni putusan atas perkara nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, 19/PUU-V/2007, 37-39/PUU-VIII/2010, dan Nomor 5/PUU-IX/2011.
Empat putusan tersebut juga sempat disinggung oleh empat hakim MK yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat dalam sidang putusan kemarin.
Pada intinya, keempat putusan itu menegaskan KPK merupakan lembaga independen yang bukan berada di dalam ranah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Dan putusan-putusan itu sifatnya inkrah juga," kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, dalam pembuatan sebuah Undang-Undang, maka UU yang baru dibentuk bisa menghapus UU lama. Namun, hal serupa tidak berlaku di pengadilan.
"Kalau di pengadilan putusan lama itu tak bisa dihapus dengan putusan baru. Yang berlaku itu yang pertama karena sudah inkrah," kata Mahfud.
Mahfud pun berpendapat, Pansus Angket KPK yang dibentuk DPR tak bisa menggunakan putusan MK terbaru ini sebagai legitimasi.
Sebab, saat pansus dibentuk, masih berlaku putusan MK sebelumnya dimana KPK bukan dianggap sebagai lembaga eksekutif.
" Putusan MK itu baru bisa berlaku ke depan," kata dia.(Estu Suryowati)
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: "Patut Diduga Ada Kaitan Putusan MK dengan Pertemuan Arief dan DPR..."