Pro Kontra Materi Khotbah, Ini Kata Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia
Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia, Faozan Amar memberikan komentarnya terkait aturan materi khotbah yang disusun oleh Bawaslu
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia, Faozan Amar memberikan komentarnya terkait aturan materi khotbah yang disusun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Faozan mengatakan keputusan Bawaslu itu bisa dipandang benar, namun juga bisa salah.
Menurutnya, sebagai upaya preventif mencegah terjadinya konflik SARA, apa yang dilakukan oleh Bawaslu dapat dibenarkan.
Baca: Akan Tempuh Jalur Bermartabat, Kubu SBY Peringatkan Mirwan Amir
"Karena mencegah kemungkaran harus didahulukan daripada mengambil manfaat," ujar Faozan, melalui pesan singkat, Sabtu (10/2/2018).
Alasan yang dibenarkan lainnya adalah mengenai penambahan refensi. Faozan menyampaikan jika materi khotbah bisa menjadi salah satu referensi yang dapat menambah bacaan bagi khatib yang akan berkhutbah.
Namun, Faozan menilai jika Bawaslu tidak bisa memaksa dan mewajibkan para khatib untuk menggunakan materi tersebut.
Ia menilai itu sudah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu kepada masyarakat.
"Apalagi kalau sampai mengawasi para khatib. Itu melebihi kewenangan yang dimilikinya," pungkasnya.
Sebelumnya, Bawaslu tengah menyusun aturan soal materi khotbah untuk menghindari ceramah yang menjurus ke ranah politik ataupun SARA.
Aturan tersebut dibuat agar menjadi referensi tokoh agama dalam menyampaikan semangat pencegahan pelanggaran pemilu.
"Bukan sesuatu yang diwajibkan, tetapi menjadi referensi untuk mengajak tokoh agama menyampaikan semangat pencegahan pelanggaran dalam pemilu. Ini bagian dari sosialisasi, bukan kita mau ngawasi khotbah," ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (9/2).
Afif menjelaskan penyusunan materi khotbah ini dilakukan dengan melibatkan tokoh lintas agama. Ini bertujuan memberikan pengawasan terhadap politik uang dari masing-masing perspektif agama.