Kecelakaan Bus Kesekian Kalinya, Pengamat Minta Menhub Mundur
Tigor juga meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tewasnya 27 penumpang dalan kecelakaan bus pariwisata Premium Passion dengan nomor polisi F 7959 AA, di Tanjakan Emen, Jawa Barat, Sabtu (10/2) lalu, menimbulkan reaksi keras dari Azas Tigor Nainggolan.
Analis Kebijakan Transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) itu mengatakan ini merupakan kegagalan dari jajaran Kementerian Perhubungan.
"Berhubung kejadian kecelakaan lalu lintas seperti ini sudah sering terjadi, tak bisa dipungkiri ini merupakan kegagalan jajaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan membiarkan pengulangan terus menerus jatuhnya korban nyawa," ujar Tigor, melalui pesan singkat, Senin (11/2/2018).
Ia pun menyebut perlunya dilakukan evaluasi dan pergantian terhadap jajaran pejabat Kemenhub yang bertanggung jawab dalam pengawasan kelaikan kendaraan angkutan umum.
Secara khusus, Tigor juga meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Baca: Kapolri Instruksikan Kapolda DIY Beri Perawatan Terbaik kepada Penyerang Gereja
"Dikarenakan telah gagal mengkordinir jajarannya agar membangun layanan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 138 ayat 1 & 2 UU nomor: 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Tigor merujuk kepada kecelakaan-kecelakaan lain, seperti setahun lalu di 2017 menjelang hari raya Lebaran, juga banyak terjadi kecelakaan lalu lintas sejenis di jalur Puncak, Jawa Barat.
Menurutnya, kejadiannya hampir sama yakni dikarenakan kondisi bus yang tidak laik jalan. Salah satu penyebabnya adalah kondisi rem bus yang tidak laik atau rem blong.
Tigor menjelaskan beroperasinya kendaraan yang tidak laik ini disebabkan pihak perusahaan angkutan umum, seperti PO Pariwisata yang tidak menerapkan manajemen keselamatan perusahaan angkutan umumnya.
Namun, itu semua dikarenakan tidak adanya pengawasan lapangan dari pihak pemerintah.
"Keberanian para PO Pariwisata mengoperasikan kendaraan tidak layak juga dikarenakan tidak adanya sanksi tegas dari pemerintah. Sampai saat ini pemerintah tidak pernah melakukan pencabutan izin usaha atau menutup perusahaan PO yang melanggar, atau kendaraannya tidak beroperasi dengan baik dan terjadi kecelakaan," katanya.
Jadi untuk mencegah kembali terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat bus pariwisata yang tidak laik beroperasi, Tigor meminta pemerintah untuk melakukan tiga hal, antara lain :
1. Melakukan pengawasan ketat kondisi kelaikan kendaraan angkutan umum di lapangan,
2. Melakukan pemberian sanksi tegas dengan menutup perusahaan atau PO atau operator angkutan umum yang melanggar hukum, seperti kelaikan kendaraan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia,
3. Membuat informasi daftar PO Pariwisata yang baik pada laman resmi (web site) kementrian Perhubungan yang dapat diakses masyarakat pengguna atau penyewa bus pariwisata.