Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

OTT Terhadap Calon Kepala Daerah Disebut Sebagai Dampak Demokrasi Liberal

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap lima kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT) selama dua bulan terakhir.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in OTT Terhadap Calon Kepala Daerah Disebut Sebagai Dampak Demokrasi Liberal
TRIBUN/IRWAN RISMAWAN
Bupati Lampung Tengah dan Calon Gubenur Lampung Mustafa menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Sabtu (17/2/2018) dini hari. KPK resmi menahan Mustafa yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap persetujuan DPRD untuk pinjaman daerah kepada PT SMI untuk pembangunan proyek infrastruktur yang akan dikerjakan Dinas PUPR Lampung Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap lima kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT) selama dua bulan terakhir.

Empat diantaranya merupakan calon kepala daerah yang maju di Pilkada 2018. Mereka yaitu Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Subang Imas Aryumningsih, dan Bupati Lampung Tengah Mustafa.

Pengamat Sosial Politik dan Rohaniawan Romo Benny Susetyo, mengatakan terjeratnya sejumlah kepala daerah merupakan tregedi memilukan. Menurut dia, peristiwa ini harus menjadi perhatian ekstra seluruh elemen.

"Peristiwa memilukan yang terus terjadi berulang-ulang ini merupakan ekses dari penerapan demokrasi liberal yang saat ini berlangsung di Indonesia," tuturnya, Senin (19/2/2018).

Dia mencontohkan sistem demokrasi liberal di Amerika Serikat, di mana semua orang dapat menjadi pemimpin. Asal terkenal, populer dan mempunyai uang dan marketing politik. Namun berdampak buruk merebak politik transaksional.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan, banyak kepala daerah mengambil jalan pintas dengan cara mengobyekan proyek-proyek di wilayah untuk biaya politik.

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan, politik uang tersebut menciptakan biaya tinggi sekaligus menciptakan kemiskinan. Menurut dia, kemiskinan membuat rakyat tidak mempunyai posisi tawar dalam politik, dalam memilih pemimpin. Ini akibat sistem politik menghisap dan menindas.

Sehingga, dia menegaskan, Indonesia harus memperbaiki sistem politik yang ketat berikut dengan pengawasan yang melekat. Selama akar persoalan tidak diselesaikan, politik akan terus seperti ini.

"Selain sistem politiknya, juga akses atas demokrasi liberal, yakni politik biaya tinggi. Jangan ajarkan rakyat dengan money politics,” tegas Romo Benny.

Di kesempatan itu, dia mengingatkan masyarakat supaya cerdas dan selektif memilih calon pemimpin. Dia menyarankan memilih calon pemimpin yang berintegritas, jujur, bersih dan mempunyai moral.

Dia melihat kondisi di satu daerah miskin karena salah satu akarnya praktik korupsi. Sehingga, tidak usah berharap kepada calon pemimpin yang terkena OTT KPK. Sehingga, wilayah yang masih dihantui kemiskinan, bisa dibebaskan oleh pemimpin yang berkualitas.

“Masyarakat harus jeli memilih pemimpin. Pilih yang paling bersih dari yang ada saat ini. Juga, bukan yang hanya memberikan janji, tapi harapan nyata," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas