Jaksa: Eksepsi Fredrich Berisi Curhat hingga Kekesalan Membantah Fakta di Dakwaan
Dari 80 alasan eksepsi, nomor satu sampai 76 hanya berisi ungkapan kekesalan dan curhat dari terdakwa
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum telah mempelajari eksepsi kubu terdakwa Fredrich Yunadi di kasus menghalangi penyidikan e-KTP pada Setya Novanto.
Hasilnya jaksa menilai eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa hanya berisi ungkapan kekesalan dan curahan hati (curhat) dari Fredrich yang membantah fakta dalam surat dakwaan.
"Dari 80 alasan eksepsi, nomor satu sampai 76 hanya berisi ungkapan kekesalan dan curhat dari terdakwa yang membantah fakta dalam surat dakwaan," kata jaksa Ikhsan Fernandi saat membacakan materi tanggapan, Kamis (22/2/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Poin eksepsi itu di antaranya keberatan Fredrich selaku pengacara yang merasa tidak dapat dituntut, perbuatan yang dilakukan hanya merupakan ranah kode etik, perbuatan yang didakwakan hanya asumsi, fitnah, palsu, dan memutarbalikkan fakta.
Serta Fredrich merasa tidak mengenal nama-nama dokter yang disebutkan dalam surat dakwaan. Selain itu Fredrich juga membantah memesan kamar VIP di RS Medika Permata Hijau untuk kliennya saat itu, Setya Novanto.
"Kami berpendapat alasan-alasan itu merupakan bentuk penyangkalan atas fakta yang diuraikan dalam surat dakwaan," tegas jaksa.
Baca: KPK: Biaya Perawatan Novel Sudah Dianggarkan Pemerintah
Menurut jaksa, poin keberatan yang dilontarkan Fredrich baru dapat diperiksa saat pemeriksaan pokok perkara. Sementara terkait poin eksepsi Fredrich nomor 77 sampai 80 yang menyatakan perkaranya masuk dalam ranah tindak pidana dinilai tidak tepat.
Sesuai ketentuan UU Tipikor, KPK berwenang menyelidiki, menyidik, dan menuntut terhadap tindak pidana pasal 21 UU Tipikor tentang merintangi penyidikan. Sebab menurut jaksa perbuatan merintangi penyidikan termasuk salah satu delik yang terdapat dalam UU Tipikor.
Terlebih dalam praktik peradilan sebelumnya, sudah banyak perkara tindak pidana pasal 21 UU Tipikor yang diadili dan diputus hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Dengan demikian alasan eksepsi sudah sepatutnya ditolak karena tidak sesuai dengan kaidah hukum pidana maupun praktik peradilan," kata jaksa.
Lebih lanjut Jaksa juga menolak keberatan tim kuasa hukum atas kewenangan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik Fredrich. Menurut Jaksa, perkara yang menjerat Fredrich merupakan kewenangan jaksa karena bukan termasuk pelanggaran etika.
"Kami mendakwakan perbuatan terdakwa yang telah melanggar norma hukum pidana yakni ketentuan pasal 21 UU Tipikor yang sering dikenal dengan sebutan obstruction of justice," ujar jaksa.
Terakhir jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan Fredrich dan tim kuasa hukum. Lanjut Sidang akan kembali digelar pada 5 Maret 2018 mendatang dengan agenda pembacaan putusan sela.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK pada sidang perdana, Kamis (8/2/2018) lalu, Fredrich Yunadi didakwa bersama dr. Bimanesh Sutarjo dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Fredrich dan dr. Bimanesh didakwa melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP).
Perbuatan Fredrich diancam dengan pasal 21 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.