Mengapa Isu SARA dan Hoaks Laku Dijadikan sebagai Komoditi Politik?
Kemungkinan besar perbedaan identitas agama dan etnis masih akan dipakai di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden 2019.
Editor: Hasanudin Aco
![Mengapa Isu SARA dan Hoaks Laku Dijadikan sebagai Komoditi Politik?](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/spanduk-himbauan-pilkada-dki-aman-dan-damai_20161102_121316.jpg)
Saat ini posisi Presiden Joko Widodo, sebagai petahana, seharusnya lebih kuat, tidak hanya dengan tingkat elektabilitas di sekitar 50%.
Untuk mengatasinya pengaruh buruk politik identitas dan berita bohong, pemerintah memang terus melakukan berbagai langkah pengamanan lewat peraturan dan penindakan.
"Sejak tahun lalu kepolisian gencar menindak beberapa situs-situs berita online yang pembuat penyebar berita bohong yang begitu masif, dan juga beberapa kebijakan dari pemerintah, penyebar berita hoaks akan dikenakan sanksi pidana, ini merupakan salah satu strategi supaya tidak banyak berkembang," kata Veri Junaidi.
Berbeda dengan Veri, Djayadi Hanan dari SMRC memandang keefektifan penggunaan isu SARA pada pemilihan presiden 2019 tidak akan sebesar pilpres sebelumnya karena para pemilih sudah lebih mengenalnya.
"Jokowi adalah calon yang relatif sudah dikenal oleh publik sehingga tidak mudah untuk mendapatkan isu-isu, yang katakanlah fitnah misalnya, yang mengatakan dia non Muslim misalnya, dia Kristen diam-diam. Meskipun kemungkinan akan tetap dipakai, tidak akan mudah untuk berpengaruh karena orang relatif, lebih banyak orang yang tahu Jokowi saat ini," katanya.
Dajayadi menambahkan perbedaan lain dengan tahun 2014 adalah Jokowi didukung oleh mayoritas partai yang solid dan perhatian masyarakat akan terpecah karena pilpres dilakukan bersamaan dengan pemilihan legislatif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.