Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengapa Isu SARA dan Hoaks Laku Dijadikan sebagai Komoditi Politik?

Kemungkinan besar perbedaan identitas agama dan etnis masih akan dipakai di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden 2019.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Mengapa Isu SARA dan Hoaks Laku Dijadikan sebagai Komoditi Politik?
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah warga melintas diantara spanduk himbauan pilkada damai dari Yusril Izha Mahendra di kawasan Jalan Panjang, Jakarta Barat, Selasa (1/11/2016). Sepanduk yang bertuliskan "Untuk Indonesia Damai, tolong jangan gunakan ISU sara dalam pilkada DKI" tersebut dipasang oleh Aliansi Masyarakat Jakarta yang menginginkan pilkada DKI berjalan dengan damai. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemungkinan besar perbedaan identitas agama dan etnis masih akan dipakai di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden 2019.

Isyu Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) yang diantaranya disampaikan lewat berita bohong (hoaks) ini memang telah digunakan sejak beberapa tahun ini, kata Veri Junaidi, ketua KoDe Inisiatif.

"Kalau melihat praktek di 2017 yakni DKI Jakarta dan juga beberapa statement kelompok-kelompok yang banyak terlibat di Pilkada 2017, memang ada kecenderungan untuk menggunakan isyu SARA di dalam proses Pilkada 2017.

Di 2014, soal berita hoaks dan isu SARA sudah menjadi banyak," kata Veri dari kelompok konstitusi dan demokrasi ini.

Pada Pilkada Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sebelumnya dipandang kuat posisinya, akhirnya dikalahkan Anies Baswedan.

Baca: Dalam Sebulan, Bereskrim Polri Tangkap 18 Orang Terkait Isu SARA dan Hoax di Media Sosial

Titik balik terjadi setelah Ahok didera tuduhan penodaan agama oleh bebrpa kelompok yang lalu menggalang sejumlah demonstrasi besar, dan akhirnya berhasil mendorong proses pengadilan, yang berakhir dengan vonis hukuman dua tahun baginya.

Berita Rekomendasi

Sebelum kasus al Maidah di Pulau Seribu, Ahok dipandang sangat kuat, tetapi akhirnya dia dikalahkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Tetapi Djayadi Hanan dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) memandang penggunaan isu SARA secara besar-besaran masihlah suatu kemungkinan.

"Di semua provinsi, potensi penggunaan isyu SARA menjadi rendah sekarang. Jadi kita tidak bisa mengatakan ada provinsi yang menggunakan, ada yang tidak. Kan belum terjadi. Kan kita baru melihat potensi. Sampai hari ini belum terjadi dalam skala yang masif atau yang dilaporkan terjadi," kata Djayadi.

Kalimantan Barat

Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mengeluarkan laporan pada tanggal 21 Februari yang menyebutkan isyu SARA kemungkinan akan juga digunakan di Kalimantan Barat, sama seperti di Jakarta.

Lembaga ini menggarisbawahi alasan untuk mengkhawatirkan hal ini mengingat pengaruh buruk kampanye yang memecah belah pada Pilkada Jakarta.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas