Mengapa Isu SARA dan Hoaks Laku Dijadikan sebagai Komoditi Politik?
Kemungkinan besar perbedaan identitas agama dan etnis masih akan dipakai di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden 2019.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemungkinan besar perbedaan identitas agama dan etnis masih akan dipakai di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden 2019.
Isyu Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) yang diantaranya disampaikan lewat berita bohong (hoaks) ini memang telah digunakan sejak beberapa tahun ini, kata Veri Junaidi, ketua KoDe Inisiatif.
"Kalau melihat praktek di 2017 yakni DKI Jakarta dan juga beberapa statement kelompok-kelompok yang banyak terlibat di Pilkada 2017, memang ada kecenderungan untuk menggunakan isyu SARA di dalam proses Pilkada 2017.
Di 2014, soal berita hoaks dan isu SARA sudah menjadi banyak," kata Veri dari kelompok konstitusi dan demokrasi ini.
Pada Pilkada Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sebelumnya dipandang kuat posisinya, akhirnya dikalahkan Anies Baswedan.
Baca: Dalam Sebulan, Bereskrim Polri Tangkap 18 Orang Terkait Isu SARA dan Hoax di Media Sosial
Titik balik terjadi setelah Ahok didera tuduhan penodaan agama oleh bebrpa kelompok yang lalu menggalang sejumlah demonstrasi besar, dan akhirnya berhasil mendorong proses pengadilan, yang berakhir dengan vonis hukuman dua tahun baginya.
Sebelum kasus al Maidah di Pulau Seribu, Ahok dipandang sangat kuat, tetapi akhirnya dia dikalahkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Tetapi Djayadi Hanan dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) memandang penggunaan isu SARA secara besar-besaran masihlah suatu kemungkinan.
"Di semua provinsi, potensi penggunaan isyu SARA menjadi rendah sekarang. Jadi kita tidak bisa mengatakan ada provinsi yang menggunakan, ada yang tidak. Kan belum terjadi. Kan kita baru melihat potensi. Sampai hari ini belum terjadi dalam skala yang masif atau yang dilaporkan terjadi," kata Djayadi.
Kalimantan Barat
Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mengeluarkan laporan pada tanggal 21 Februari yang menyebutkan isyu SARA kemungkinan akan juga digunakan di Kalimantan Barat, sama seperti di Jakarta.
Lembaga ini menggarisbawahi alasan untuk mengkhawatirkan hal ini mengingat pengaruh buruk kampanye yang memecah belah pada Pilkada Jakarta.