Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Lanjutan Bupati Rita, Jaksa Hadirkan Saksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar

Setelah Rita dilantik sebagai Bupati Kutai Kartanegara, dia menugaskan Khairudin sebagai staf khusus untuk membantu tugasnya.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sidang Lanjutan Bupati Rita, Jaksa Hadirkan Saksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar
Tribunnews/JEPRIMA
Bupati Kutai Kertanegara nonaktif, Rita Widyasari bersama Khairudin saat mengikuti sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018). KPK menetapkan Rita sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin. Rita diduga menerima hadiah atau janji dalam kasus suap sekitar Rp6 miliar terkait proses perizinan PT Sawit Golden Prima. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Sidang kedua Bupati nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sebelumnya sidang perdana digelar pada ‎Rabu (21/2/2018) minggu lalu dengan agenda pembacaan dakwaan.

Di sidang kali ini, Jaksa menghadirkan empat saksi yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kutai Kartanegara.

Keempat saksi tersebut yakni ‎Aji Said, Rahyul, Ibrahim dan Suroto.

Dua saksi yang sudah diperiksa ialah Aji Said-Kasie Bagian Dampak Lingkungan dan Rahyul-Kasie Penanganan Sampah.

Sementara dua saksi lainnya, Ibrahim dan Suroto belum diperiksa.

Baca: Rita Widyasari Mengaku Kekayaannya Berasal dari Tiga Tambang

BERITA REKOMENDASI

‎Sebelumnya dalam surat dakwaan, Rita ‎didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 469 miliar lebih dari para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek pada Dinas-Dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara serta Lauw Juanda Lesmana yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Penerimaan gratifikasi diperoleh Rita sejak masa jabatannya sebagai Bupati Kutai Kartanegara periode 2010 hingga 2017. Jaksa mengungkap, penerimaan gratifikasi ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan permohonan izin pengerjaan proyek di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Terdakwa I (Rita) tahun 2010 mencalonkan diri sebagai Bupati Kutai Kartanegara untuk periode 2010-2015, terdakwa II (Khairudin) saat itu merupakan anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara. Terdakwa II juga menjadi salah satu anggota Tim pemenang yang dikenal dengan sebutan Tim 11. Anggota Tim 11 yang lain yaitu Andi Sabrin, Junaidi, Zarkowi, Abrianto, Dedy Sudatya, Rusdiansyah, Akhman rizani, Abdul rasyid, Erwinsyah dan Fajri Tridalaksana," ujar Jaksa Penuntut Umum saat membacakan surat dakwaan Rita.

Setelah Rita dilantik sebagai Bupati Kutai Kartanegara, dia menugaskan Khairudin sebagai staf khusus untuk membantu tugasnya.

Tidak hanya itu, Rita juga meminta Khairudin mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, alhasil Khairudin mengundurkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara.


Melindaklanjuti permintaan Rita, Khairudin menyampaikan ‎kepada para Kepala Dinas Kabupaten Kutai Kartanegara agar meminta uang kepada para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek pada dinas-dinas, yang selanjutnya uang akan diambil oleh Andi Sabrin, Junaidi, Ibrahim dan Suroto.

"Sebagai realisasinya dalam rentang waktu bulan Juni 2010 sampai ‎Agustus 2017, terdakwa I (Rita) secara langsung maupun melalui terdakwa II (Khairudin) telah menerima uang Rp 469 miliar lebih," terang jaksa.

Penerimaan ini berasal dari beberapa sumber seperti para pemohon terkait penerbitan SKKL dan Izin Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, penerimaan dari pemohon terkait penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Ada pula penerimaan secara bertahap dari pihak swasta terkait proyek pembangunan RSUD Parikesit, proyek pembangunan jalan Tabang tahap III Baru Kabupaten Kutai Kartanegara, Proyek pembangunan SMA Negeri Unggulan 3 Tenggarong, Proyek lanjutan Seminisasi Kota Bangun-Liang Ilir.

Proyek Kembang Janggut Kelekat Kabupaten Tenggarong, Proyek Irigasi Jonggon kutai Kartanegara dan Proyek Pembangunan Royal Word Plaza Tenggarong yang jumlahnya bervariasi ratusan hingga miliaran rupiah.

Selain penerimaan itu, Khairudin menerima uang atas penjualan perusahaan PT Gerak Kesatuan Bersama yang diberikan izin pertambangan seluas 2.000 Ha oleh Rita, seluruhnya sebesar Rp 18.900.000.000 dari Juanda Lesmana Lauw padahal modal perusahaan tersebut hanya sebesar Rp 250.000.000.

Uang tersebut diterima secara bertahap sejak tahun 2010 sampai dengan 2011 yang ditranfer ke rekening Bank Mandiri KCP Tenggarong atas Khairudin, sebesar Rp 14.400.000.000 dari rekening PT Tanjung Prima Mining dan Rp 4.500.000.000‎ rekening PT Hanu Mitra Papua Industri.

"Bahwa terdakwa I (Rita) ‎menerima uang seluruhnya sebesar Rp 469 miliar tidak melaporkan ke KPK sampai dengan batas waktu 30 hari," imbuh jaksa.

Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal
‎55 ayat 1 ke 1 KUHPidana Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas