Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Mudah Bagi Agus Memaafkan Pelaku Aksi Terorisme yang Membuatnya Harus Dioperasi Berkali-kali

Tidak semua mantan narapidana terorisme dan korban yang hadir dalam acara tersebut berani secara gamblang menyampaikan keluh kesahnya.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tak Mudah Bagi Agus Memaafkan Pelaku Aksi Terorisme yang Membuatnya Harus Dioperasi Berkali-kali
Tribunnews.com/Rina Ayu
Pertemuan Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI)” yang menghadirkan sekitar 124 para mantan napi terorisme (eks napiter) dan 51 korban terorisme (penyintas), di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mempertemukan 120 mantan narapidana terorisme dan korban atau keluarga korban serangkaian aksi teror di tanah air, di Hotel Borobudur, Jakarta, 26-28 Februari 2018.

Dari acara bertajuk Silaturahmi Kebangsaan NKRI itu diharapkan kedua pihak dapat menyampaikan keluh kesah, saling memaafkan dan menumbuhkan toleransi di masa mendatang.

Namun, tidak semua mantan narapidana terorisme dan korban yang hadir dalam acara tersebut berani secara gamblang menyampaikan keluh kesahnya.

Banyak sedikit peristiwa teror yang melibatkan mereka menyisakan trauma psikis mendalam.

Bahkan, seorang eks narapidana teroris asal Sulawesi Selatan menolak menyebut namanya dan tidak berani bertemu dengan para korban.

Dia mengaku tidak sanggup menatap satu per satu wajah para korban di dalam ruangan acara tersebut.

"Tidak tega. Kalau dibilang, saya juga korban dari kelompok teroris itu," ucapnya kepada Tribun seusai acara.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, wajah para korban mengingatkannya kepada keluarga yang masih belum sepenuhnya menerima sosoknya berada di rumah.

Baca: Belasan Kotak Suara Dijual Seharga Rp 175 Ribu, Hasilnya Dibagi Dua

Selama ini, dia hanya dapat menghubungi seorang anggota keluarganya untuk mengetahui kabar.

Hal yang sama disampaikan oleh mantan terpidana bom Makassar Muchtar Daeng Lau.

Ia mengaku mulanya sangat berat untuk bertemu dengan para korban.


Namun, akhirnya ia meyakinkan diri dan ikut serta karena forum silaturahmi yang digagas oleh BNPT itu memberikan ruang kepada mantan pelaku teror dan korban untuk bertemu dan saling berbicara kepada pemerintah.

Muchtar Daeng dihukum 7 tahun penjara karena kasus bom Makassar tahun 2002 mengaku lega karena korban yang duduk satu meja dengannya telah memaafkan kesalahannya. Hal itu di luar ekspesktasinya.

"Mereka sudah memaafkan. Ternyata memaafkan lebih baik, dibanding dengan menyimpan dendam," ujarnya.

Ia juga bersyukur karena dirinya dapat diterima kembali setelah keluar dari penjara karena kasus terorisme.

Ali Fauzi, adik dari terpidana Amrozi dan Ali Imron dalam pertemuan Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI)” yang menghadirkan sekitar 124  para mantan napi terorisme (eks napiter) dan 51 korban terorisme (penyintas), di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018)
Ali Fauzi, adik dari terpidana Amrozi dan Ali Imron dalam pertemuan Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI)” yang menghadirkan sekitar 124 para mantan napi terorisme (eks napiter) dan 51 korban terorisme (penyintas), di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018) (Tribunnews.com/Rina Ayu)

Bahkan, ia mengaku didapuk menjadi Ketua Forum Umat Islam Bersatu di Sulsel.

Seorang korban bom JW Marriot 1, Agus Suaersih juga mengaku sulit untuk memaafkan para pelaku.

Sebab, aksi kelompok teroris yang terjadi pada tahun 2003 membuatnya harus menjalani operasi wajah berkali-kali hanya untuk proses penyembuhan.

"Sembilan tahun lah saya tidak bisa memaafkan mereka. Hari ini pun, sebenarnya, kami masih trauma melihat para pelaku," ucapnya.

Bayangan saat kejadian waktu itu, kembali terulang di benak Agus.

Baca: Budi Waseso Akhiri Tugas Seperti Matahari

Ia masih ingat betul detik-detik saat dirinya sedang membereskan meja gerai kopi di dalam hotel JW Marriot Kuningan Jakarta Selatan hingga terjadi ledakan hebat yang meluluhlantakkan tempatnya bekerja.

"Iya, masih sangat terbayang. Apalagi, teriakan teman-teman saat itu. Sulit bagi saya menjalani hidup ke depannya," tutur dia.

Meski begitu, ia mengakui peristiwa itu sudah berlalu lama.

Ia juga telah mulai memberanikan diri bertemu para pelaku saat mengikuti sebuah forum pertemuan korban dan mantan teroris yang diselenggarakan sebuah LSM pada 2012.

Di situ, wanita berusia 41 tahun tersebut, mulai untuk memaafkan para pelaku.

"Iya, pelan-pelan mencoba memaafkan," ucapnya pelan. (Tribun Network/amriyono/dtc/coz)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas