Tak Mudah Bagi Agus Memaafkan Pelaku Aksi Terorisme yang Membuatnya Harus Dioperasi Berkali-kali
Tidak semua mantan narapidana terorisme dan korban yang hadir dalam acara tersebut berani secara gamblang menyampaikan keluh kesahnya.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mempertemukan 120 mantan narapidana terorisme dan korban atau keluarga korban serangkaian aksi teror di tanah air, di Hotel Borobudur, Jakarta, 26-28 Februari 2018.
Dari acara bertajuk Silaturahmi Kebangsaan NKRI itu diharapkan kedua pihak dapat menyampaikan keluh kesah, saling memaafkan dan menumbuhkan toleransi di masa mendatang.
Namun, tidak semua mantan narapidana terorisme dan korban yang hadir dalam acara tersebut berani secara gamblang menyampaikan keluh kesahnya.
Banyak sedikit peristiwa teror yang melibatkan mereka menyisakan trauma psikis mendalam.
Bahkan, seorang eks narapidana teroris asal Sulawesi Selatan menolak menyebut namanya dan tidak berani bertemu dengan para korban.
Dia mengaku tidak sanggup menatap satu per satu wajah para korban di dalam ruangan acara tersebut.
"Tidak tega. Kalau dibilang, saya juga korban dari kelompok teroris itu," ucapnya kepada Tribun seusai acara.
Menurutnya, wajah para korban mengingatkannya kepada keluarga yang masih belum sepenuhnya menerima sosoknya berada di rumah.
Baca: Belasan Kotak Suara Dijual Seharga Rp 175 Ribu, Hasilnya Dibagi Dua
Selama ini, dia hanya dapat menghubungi seorang anggota keluarganya untuk mengetahui kabar.
Hal yang sama disampaikan oleh mantan terpidana bom Makassar Muchtar Daeng Lau.
Ia mengaku mulanya sangat berat untuk bertemu dengan para korban.
Namun, akhirnya ia meyakinkan diri dan ikut serta karena forum silaturahmi yang digagas oleh BNPT itu memberikan ruang kepada mantan pelaku teror dan korban untuk bertemu dan saling berbicara kepada pemerintah.
Muchtar Daeng dihukum 7 tahun penjara karena kasus bom Makassar tahun 2002 mengaku lega karena korban yang duduk satu meja dengannya telah memaafkan kesalahannya. Hal itu di luar ekspesktasinya.
"Mereka sudah memaafkan. Ternyata memaafkan lebih baik, dibanding dengan menyimpan dendam," ujarnya.
Ia juga bersyukur karena dirinya dapat diterima kembali setelah keluar dari penjara karena kasus terorisme.
Bahkan, ia mengaku didapuk menjadi Ketua Forum Umat Islam Bersatu di Sulsel.
Seorang korban bom JW Marriot 1, Agus Suaersih juga mengaku sulit untuk memaafkan para pelaku.
Sebab, aksi kelompok teroris yang terjadi pada tahun 2003 membuatnya harus menjalani operasi wajah berkali-kali hanya untuk proses penyembuhan.
"Sembilan tahun lah saya tidak bisa memaafkan mereka. Hari ini pun, sebenarnya, kami masih trauma melihat para pelaku," ucapnya.
Bayangan saat kejadian waktu itu, kembali terulang di benak Agus.
Baca: Budi Waseso Akhiri Tugas Seperti Matahari
Ia masih ingat betul detik-detik saat dirinya sedang membereskan meja gerai kopi di dalam hotel JW Marriot Kuningan Jakarta Selatan hingga terjadi ledakan hebat yang meluluhlantakkan tempatnya bekerja.
"Iya, masih sangat terbayang. Apalagi, teriakan teman-teman saat itu. Sulit bagi saya menjalani hidup ke depannya," tutur dia.
Meski begitu, ia mengakui peristiwa itu sudah berlalu lama.
Ia juga telah mulai memberanikan diri bertemu para pelaku saat mengikuti sebuah forum pertemuan korban dan mantan teroris yang diselenggarakan sebuah LSM pada 2012.
Di situ, wanita berusia 41 tahun tersebut, mulai untuk memaafkan para pelaku.
"Iya, pelan-pelan mencoba memaafkan," ucapnya pelan. (Tribun Network/amriyono/dtc/coz)