Sita Belasan Mobil Mewah, KPK Dalami Pencucian Uang Bupati Hulu Sungai Tengah
Pengembangan tersebut diindikasikan dari penyitaan 16 kendaraan mewah milik tersangka
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami dugaan tindak pidana lain terhadap perkara suap pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan, tahun anggaran 2017.
Pengembangan tersebut diindikasikan dari penyitaan 16 kendaraan mewah milik tersangka Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif yang diduga terkait dengan kasus dugaan suap proyek RS Damanhuri itu.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut bahwa lembaganya membuka peluang untuk mengembangkan perkara tersebut ke tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Penyitaan sudah dilakukan sejak kasus tindak pidana korupsi sebelumnya. Kemungkinan pengembangan bisa saja, sepanjang memang ada buktinya. Termasuk kemungkinan pengembangan ke TPPU tersebut," ujar Febri saat dikonfirmasi, Kamis (15/3/2018).
Febri mengungkapkan, untuk mengembangkan TPPU itu penyidik sedang mendalami sejumlah informasi untuk pembuktiaan ke arah perkara pencucian uang tersebut.
Sementara itu, Febri menambahkan bahwa delapan mobil dan delapan motor, yang terdiri dari dua mobil Rubicon, dua Hummer, satu Cadulac Escalade, satu Toyota Vellfire, satu BMW sport, dan satu Lexus SUV.
Baca: Besok, Polisi Periksa CW Nenek Diduga Aniaya Lima Anak Asuh
Sementara untuk motor, KPK menyita empat Harley, satu BMW, satu Ducati, dan satu motor Trail KTM, telah dibawa ke Jakarta untuk penyitaan.
Seperti diketahui, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief, Ketua Kamar Dagang Indonesia Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani, Dirut PT Sugriwa Agung Abdul Basit, dan Dirut PT Menara Agung Donny Winoto sebagai tersangka kasus tersebut.
Abdul Latif menerima fee proyek itu secara bertahap yang didapatnya dari Dirut PT Menara Agung Donny Winoto.
Baca: Terkait UU MD3, Jokowi: Saya Tidak Tanda Tangani Saya Menangkap Keresahan pada Masyarakat
Perusahaan miliki Donny tersebut merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017.
Dugaan realisasi pemberian fee proyek sebagai berikut, pemberian pertama dalam rentan September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar.
Baca: Wanita Warga Negara Indonesia Ditemukan Membusuk di Dalam Lemari di Malaysia, Dibunuh?
Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan sejumlah barang bukti salah satunya adalah rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,825 miliar dan Rp 1,8 miliar.
Serta dari brankas di rumah Abdul Latif sebesar Rp 65.650.000 dan uang dari tas ALA di ruang kerjanya sebesar Rp 35 juta.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Latief, Fauzan dan Abdul Basit disangka melanggat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Donny Winoto sebagai pihak yang diduga pemberi disangka melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.