Tidak Terima Dituntut 18 Tahun, Nur Alam: Saya Bukan Bandar Narkoba
Sidang pledoi berlangsung dua hari karena saat kemarin Kamis (15/4/2018) sidang baru dimulai pukul 15.45 WIB.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Nur Alam kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sama seperti kemarin, agenda sidang hari ini, Jumat (16/4/2018) masih pembacaan nota pembelaan alias pledoi.
Sidang pledoi berlangsung dua hari karena saat kemarin Kamis (15/4/2018) sidang baru dimulai pukul 15.45 WIB.
Nota pembelaan dibagi dua, yakni pledoi yang dibacakan oleh tim kuasa hukum dan pledoi yang dibacakan dan dibuat sendiri oleh Nur Alam.
Baca: Jelang Akhir Pekan, Rupiah Melemah ke Level Rp 13.768 per Dolar AS
Dalam nota pembelaannya, Nur Alam mengatakan ia bukanlah seorang bandar narkoba yang harus menerima tuntutan hingga 18 tahun penjara.
"Mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang telah memberikan tuntutan kepada saya selama 18 tahun secara pribadi saya bertanya apa kesalahan saya yang paling berat. Apakah saya merongrong stabilitas nasional? Apakah saya menjadi rivalitas politik nasional ? atau apakah saya bandar besar narkoba yang menghancurkan masa depan generasi muda? Saya hanya pekerja negara yang bekerja berdasarkan amal ibadah dalam perundang-undangan," tutur Nur Alam.
Selain itu, Nur Alam juga merasa tidak adil dengan kasus korupsi lain yang dituntut jauh lebih ringan darinya.
"Saya betul merasa berat dibandingkan kasus korupsi yang juga mengalami tuntutan, tapi tidak sebesar saya, yang justru nyata memberikan uang negara. Saya bekerja justru memberikan keuntungan negara dari pemberian pajak," tambah Nur Alam.
Nur Alam juga melanjutkan saat ini dirinya berpasrah, dan bersabar serta memperbanyak ibadah dengan harapan, Yang Maha Kuasa membuka hati bagi para penegak hukum.
"Saya mohon yang mulia, berikan hukuman sepantas, saya tidak makan uang negara satu sen pun," tambahnya.
Diketahui sebelumnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini Nur Alam telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan Pasal 12B Juncto Pasal 64 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Oleh karena itu, jaksa KPK menuntut agar majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 18 tahun dengan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Selain itu, jaksa KPK juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebanyak 2,7 miliar.
Dengan ketentuan jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik Nur Alam akan disita. Namun apabila harta tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama 1 tahun.
Tak cukup sampai disitu, Jaksa KPK juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik baik dipilih maupun memilih selama lima tahun pasca menjalani masa hukuman.