Eksekusi Mati Terhadap Zaini Misrin Melanggar Hak Asasi Manusia
Eksekusi terhadap Zaini Misrin adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia
Editor: Johnson Simanjuntak

Laporan wartawan tribunnews.com, Wahyu Firmansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap Muhammad Zaini Misrin, hari Minggu tanggal 18 Maret 2018 jam 11.30 siang waktu Saudi Arabia, disebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Menurut Kementerian Luar (Kemlu) Negeri Republik Indonesia, otoritas Kerajaan Saudi Arabia sama sekali tidak memberitahu mengenai eksekusi ini kepada perwakilan Republik Indonesia.
Eksekusi terhadap Zaini Misrin adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia, apalagi jika menurut Zaini Misrin bahwa dia dipaksa untuk mengakui melakukan pembunuhan setelah mengalami tekanan dan intimidasi dari otoritas Saudi Arabia.
Pada proses persidangan hingga dijatuhkan vonis hukam mati, Zaini Misrin juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Ada beberapa kejanggalan dalam proses eksekusi mati Zaini Misrin dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip-prinsip fair trial serta pengabaian pada hak-hak terdakwa.
Zaini Misrin sempat berkomunikasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah pada bulan november 2008 setelah di vonis hukumam mati.
Ia mengatakan dipaksa untuk mengakui melakukan pembunuhan terhadap majikannya, padahal dia tidak melakukan perbuatan tersebut.
Dengan terjadinya eksekusi mati terhadap Muhammad Zaini Misrin, Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia (SMBI), Jaringan Buruh Migran (JBM), Human Rights Working Group (HRWG), dan Komisi Migran KWI menyatakan sikap :
1. Mengecam dan mengutuk eksekusi hukan mati terhadap Muhammad Zaini Misrin. Eksekusi tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling dasar: yaitu hak atas hidup.
2. Menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Nota Protes Diplomatik kepada Kerajaan Saudi Arabia dan mempersona non gratakan Duta Besar Kerajaan Saudi Arabia untuk Indonesia.
3. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengerahkan sumberdaya politik dan diplomasi untuk mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia dan melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati di indonesia sebagai komitmen moral menentang hukuman mati terhadap siapapun.