KPK Periksa Hakim Terkait Kasus Suap di Pengadilan Negeri Tangerang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Tangerang, Hasanuddin.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Tangerang, Hasanuddin.
Hasanuddin diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap yang melibatkan Hakim Pengadilan Negeri Tangerang.
Dirinya diperiksa untuk tersangka Wahyu Widya Nurfitri (WWN).
Baca: Reaksi Bos First Travel Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan Saat Diminta Bertobat
"Diperiksa untuk tersangka WWN (Wahyu Widya Nurfitri)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Senin (19/3/2018).
Selain Hasanuddin, penyidik juga akan memeriksa tiga saksi lainnya untuk Wahyu.
Mereka adalah Momoh, ibu rumah tangga; Reza dan Bahrun Amin dari pihak swasta.
Baca: Anniesa Hasibuan Tebar Senyum Saat Mantan Karyawan First Travel Memasuki Ruang Sidang Untuk Bersaksi
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan empat orang tersangka terkait praktik dugaan suap pengurusan putusan perkara di Pengadilan Negeri Tangerang.
Keempatnya yakni Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Wahyu Widya Nurfitri, Panitera Pengganti PN Tangerang, Tuti Atika, Agus Wirano dan HM Saipudin selaku advokat.
Baca: 13 Mantan Karyawan Akan Bersaksi Dalam Sidang Bos First Travel
Wahyu diduga menerima suap sebesar Rp30 juta.
Uang itu diduga diberikan sebagai imbalan untuk pengurusan gugatan perkara wanprestasi di PN Tangerang.
Baca: Digoyang Titiek Soeharto, Mahyudin Enggan Mengundurkan Diri Dari Kursi Pimpinan MPR
Dengan uang itu, penyuap berharap putusan hakim berubah dan pengacara memenangkan gugatannya.
Wahyu disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Agus Wiratno dan Saipudin disangka melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.