Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemilu 1999 Dinilai sebagai Pesta Demokrasi Paling Buruk dalam Sejarah

Walaupun, kata dia, KPU saat itu sangat netral karen terdiri dari perwakilan parpol-parpol dan pemerintah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemilu 1999 Dinilai sebagai Pesta Demokrasi Paling Buruk dalam Sejarah
SIMULASI PEMILU/adhy kelana/kla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner KPU untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, Edwin Henawan Soekowati, menilai pemilu tahun 99 curang dan tidak sah.

Walaupun, kata dia, KPU saat itu sangat netral karen terdiri dari perwakilan parpol-parpol dan pemerintah.

Sementara menurut Edwin, Pemilu 1955 hasilnya yang paling jujur dan adil karena penyelenggara pemilu netral.

Ini hasil evaluasi 11 kali sejarah penyelenggaraan pemilu tingkat nasional di Indonesia mulai dari era Soekarno, era Soeharto sampai era Reformasi tahun 2014.

"Pemilu 1999 justru hasilnya sangat buruk, tetapi tidak banyak diungkap mengingat saat itu semua orang termasuk elit politik terbuai euforia reformasi," kata Edwin saat jadi nara sumber diskusi bertajuk "Kredibilitas, Integritas dan Netralitas KPU/KPUD dalam Penyelenggaraan Pilkada/Pileg/Pilpres" di Jakarta, Senin (19/3/2018) yang diselenggarakan Soekarno Hatta Institute.

Menurut Edwin, persoalan Daftar Pemilih Tetap DPT Pemilu 1999 lebih buruk.

"Bahkan saya dan kawan-kawan Anggota KPU (waktu itu) tidak bisa mengakses data pemilih. Data pemilih setiap Dapil juga tidak bisa diketahui," kata Edwin.

Berita Rekomendasi

Demikian pula, kata dia, proses IT penghitungan suara sangat tertutup dikuasai pihak pemerintah berikut pihak asing yang merupakan donatur penyelenggaraan pemilu 99.

Edwin menambahkan ratusan ribu kecurangan dan pelanggaran terjadi dalam Pemilu 1999 dan tidak ada proses hukumnya.
"Data-datanya masih ada, saat KPU lagi memprosesnya tiba-tiba presiden BJ Habibie menandatangani hasil pemilu tahun 1999," kata dia.

Selain itu, menurutnya, Pemilu 1999 bukan hanya diwarnai kejanggalan DPT Dan Proses penghitungan Suara saja, tetapi keabsahan pemilu itu juga tidak sesuai dengan UU No.3/1999 tentang Pemilu.

Waktu itu, anggota KPU sebanyak 53 orang terdiri atas 48 pimpinan partai politik dan lima orang mewakili pemerintah.

Berdasarkan UU tentang Pemilu, hasil Pemilu ditetapkan melalui berita acara yang ditandatangani minimal 2/3 anggota KPU

Artinya, hasil pemilu harus ditandatangani minimal 35 anggota KPU.Ternyata hasil pemilu hanya ditandatangani 19 anggota KPU.

"Yang lain tidak tanda tangan hasil pemilu karena temuan kecurangan yang jumlahnya ratusan ribu itu dan belum ditindaklanjuti," katanya.

Dengan tidak ditandatangani 2/3 anggota KPU sesuai ketentuan dalam UU tentang Pemilu, sebenarnya Pemilu 1999 tidak sah karena tidak ditandatangani 2/3 anggota KPU, walaupun kemudian ditandatangani Presiden BJ Habibie.

"Jadi jelas hasil pemilu tahun 1999 tidak sah dan cacat hukum. Rakyat harus mencatat ini," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas