Fahri Hamzah: Kritik Rakyat ke DPR Tidak Ada Batasnya
Fahri Hamzah menjamin Pasal 73 UU No. 2 Tahun 2018 tentang MD3 bukan untuk rakyat yang melakukan kritik kepada DPR RI.
Editor: Content Writer
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menjamin Pasal 73 UU No. 2 Tahun 2018 tentang MD3 bukan untuk rakyat yang melakukan kritik kepada DPR RI. Tapi, pasal tersebut ditujukan untuk pejabat pemerintah atau eksekutif.
“Saya mau clear kan ini biar tuntas. Kata ‘setiap orang’ di Pasal 73 ditujukkan kepada mitra kerja, bukan rakyat. Konten itu adalah cara kita untuk menjaga agar pelaksanaan tugas DPR tidak ada yang menghambat itu wajib karena amanah UUD. Jadi itu bukan untuk rakyat, kritik rakyat ke DPR itu tidak ada batasnya,” tegas Fahri saat menerima delegasi Gerakan Kebangkitan Indonesai (GKI) yang dipimpin mantan Wagub DKI Jakarta Prijanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2018) kemarin.
Fahri menjelaskan, masyarakat keliru dalam memahami UU MD3, seolah-olah UU MD3 bisa membungkam sikap kritis mayarakat padahal itu mustahil karena tidak ada prosedurnya.
Aspirasi seperti ini memang perlu diterima untuk meluruskan kesalahpahaman.
“Waktu itu telah dicantumkan dalam pasal itu ‘setiap pejabat’. Tapi Kementerian Hukum dan HAM mengatakan tidak boleh norma itu pakai setiap pejabat, makanya diganti ‘setiap orang’. Namun setiap orang yang dimaksud bukan rakyat banyak, tetapi mitra kerja kita. Sebentar lagi akan ada hukum acara yang dibuat MKD, yang menjelaskan yang dimaksud ‘setiap orang’ siapa aja, agar tidak ada salah paham,” jelasnya.
Fahri menjelaskan, adanya pasal itu, sebab akhir-akhir ini, banyak pejabat yang tidak mau hadir jika diundang rapat oleh DPR. Contohnya, KPK yang menolak dipanggil dengan alasan bersifat independen, begitu pula Menteri BUMN yang tidak pernah memenuhi undangan DPR.
"Padahal, setiap lembaga negara yang anggarannya dibiayai oleh APBN, wajib datang jika dipanggil DPR sebagai badan pengawas pemerintah," tambahnya.
Sebetulnya, lanjut politisi asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, DPR itu harus diliberasi dari kungkungan eksekutif. Bila perlu seperti di Amerika Serikat, dimana parlemennya bisa menghentikan pemerintahannya.
Oleh karena itu, Fahri mengajak GKI untuk bekerja sama memberi sesuatu yang lebih besar kepada bangsa Indonesia.
"Kalau saya lihat, GKI ini di group WA-nya hari-harinya selalu mikirin rakyat, sementara pejabatnya belum tentu begitu, makanya saya mau melebur, " imbuhnya.
Kunjungan delegasi yang dipimpin mantan Wagub DKI Jakarta Prijanto ini memang bermaksud untuk menyampaikan petisi terkait dengan diundangkannya UU MD3.
Petisi ini, menurut Prijanto berangkat dari adanya kegelisahan karena ada norma yang dicantumkan dalam UU tersebut, yakni Pasal 73 yang menyatakan bahwa DPR dapat memanggil setiap orang dengan menggunakan Kepolisian Republik Indonesia jika yang bersangkutan tidak hadir dalam rapat DPR. (*)