Pernyataan Novanto Menjadi Bencana Bagi Puan Maharani
Pengadilan politik mempunyai dunia berbeda dengan pengadilan hukum. Walau belum tentu bersalah, ini bencana bagi Puan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali, menilai pernyataan Setya Novanto akan berdampak kepada dua politisi PDI Perjuangan, Puan Maharani dan Pramono Anung.
Sampai saat ini, apa yang diungkapkan Novanto belum terbukti kebenaran. Walaupun Puan terbukti tidak terlibat di korupsi e-KTP, namun dipastikan ada efek penyebutan namanya.
"Pengadilan politik mempunyai dunia berbeda dengan pengadilan hukum. Walau belum tentu bersalah, ini bencana bagi Puan Maharani, karena kasus terjadi di tahun politik, ini adalah tahun buas dan ganas," tutur Denny, Jumat (23/3/2018).
Dia mensinyalir putri dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan diserang lawan-lawan politik. Apalagi ini tahun politik, di mana segala hal bisa dilakukan.
Baca: Dokter Bimanesh Pasang Badan Siap Hadapi Bola Panas Setya Novanto
Dia mengibaratkan Novanto sedang menebar umpan di laut luas. Saat ini, berbagai ikan, seperti ikan hiu, dan ikan ganas lainnya berlomba-lomba berebut umpan itu.
"Puan Maharani segera menjadi korban yang nyata, walau belum tentu bersalah," kata dia.
Ditambah lagi, saat ini zaman media sosial, di mana pengadilan di media sosial mampu menurunkan reputasi tokoh secara drastis. Hal ini karena di media sosial jauh lebih kejam. Penuh prasangka dan bisa direkayasa.
Jadi dapat dibayangkan babak belur tokoh yang menjadi korban trial by sosial media. Sebab, di pengadilan sosial media, tidak ada editor, tidak ada SOP, dan tidak ada filter publikasi. Setiap individu dan akun anonim bebas menulis apapun.
"Isi tulisan bisa bercampur fakta dan opini, antara nyata dan hoax. Atau bahkan sengaja menyebarkan informasi yang salah," kata dia.
Selain itu, dia menambahkan, berita media sosial yang hoax sekalipun dapat meluas dan dipercaya publik. Sehingga media sosial bisa berperan mengadili seorang tokoh ataupun Puan Maharani.
Oleh karena itu, apa yang disampaikan Novanto dapat menjadi celaka bagi Puan. Namanya kini bisa saja menjadi seksi di era media sosial. Apalagi ini bertepatan dengan tahun politilk.
"Suka atau tidak, adil atau tidak, walau Setya Novanto yang diadili. Puan Maharani segara menjadi ratu bagi pemberitaan dan pengadilan media sosial," katanya.
Sebelumnya, di persidangan Kamis 22 Maret 2018, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu dengan suara sesenggukan menyebutkan dua nama elit PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung sebagai penerima dana eKTP masing-masing 500 ribu dolar Amerika.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri Oka dan Irvanto. (Uang) diberikan ke Puan 500 ribu dolar Amerika dan Pramono Anung 500 ribu dolar Amerika" kata Novanto.
Pernyataan terdakwa kasus korupsi eKTP, Setya Novanto kepada dua elite PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung sudah diungkapkan sejak persidangan pekan lalu.
Setya Novanto sempat bertanya pada saksi Made Oka Masagung, apakah mengingat proses serah terima uang di kediaman Novanto untuk diserahkan kepada dua anggota DPR.
"Pak Made Oka dan Andi pernah ke rumah saya akan menyerahkan uang kepada anggota dewan yakni dua orang yang sangat penting, apakah masih ingat, Pak?" tanya Setnov di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/3/2018).
"Engga ingat, saya tidak pernah kasih. Tidak ada," jawab Made Oka.
Di hari yang sama keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga membantah pernyataan pamannya yang menyebut pemberian sejumlah uang kepada sejumlah anggota DPR.
Irvanto mengaku hanya ingat bahwa Andi Narogong pernah menjanjikan paket pekerjaan terkait eKTP yang menurutnya tak pernah terealisasi.
"Yang saya ingat, saya tidak mendapatkan pekerjaannya. Kalau yang dibilang Andi meminta saya serahkan uang ke anggota dewan juga tidak pernah ada," kata Irvanto.
Meski seluruh saksi membantah keterangannya, tak membuat Novanto patah arang.
Atas pernyataan itu, Pramono Anung yang saat kejadian menjabat Wakil Ketua DPR bidang Industri dan Pembangunan membantah semua keterangan Novanto.
"Saya siap dikonfrontasi dengan Novanto dengan siapapun di manapun. Kalau Novanto ingin mendapat status justice collaborator untuk meringankan hukuman, seharusnya Novanto tidak asal catut nama-nama" kata Sekretaris Kabinet ini.