Menlu Sebut Milisi Benghazi Bebaskan WNI yang Disandera Tanpa Uang Tebusan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pembebasan 6 anak buah kapal (ABK) WNI di Benghazi, Libya, tidak menggunakan uang tebusan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pembebasan 6 anak buah kapal (ABK) WNI di Benghazi, Libya, tidak menggunakan uang tebusan.
Retno mengatakan diplomasi dan komunikasi adalah cara yang digunakan Kemenlu beserta tim guna membebaskan para sandera.
Baca: Ditemukan Dua Mayat Mengambang, Diduga Korban Peristiwa Ini
“Nggak ada uang tebusan. Pembebasan karena komunikasi dan sebagainya. Para sandera pun tidak menerima ancaman, mereka diperlakukan dengan baik. Kami bahkan melakukan komunikasi dengan pihak kelompok penyandera,” ujar Retno, di Kantin Diplomasi, Kemenlu, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Lalu Muhammad Iqbal. Lantaran tak adanya uang tebusan, Iqbal mengklaim negosiasi berjalan dengan panjang dan tidak mudah.
Ia mengatakan salah satu negosiasi itu dengan menjelaskan bahwa Indonesia tidak berpihak pada konflik yang terjadi di Libya.
Selain itu, menurutnya pihak milisi Benghazi juga mau membebaskan WNI tersebut, usai mengetahui latar belakang dari para sandera.
"Prosesnya panjang, dan mungkin karena mereka (sudah) tahu sanderanya dari Indonesia dan sebagian besar muslim, jadi mereka luluh," ungkap Iqbal.
Diketahui, Benghazi, Libya merupakan daerah konflik yang berkecamuk sejak tahun 2011. Hal ini dimulai dengan adanya revolusi untuk menjatuhkan Presiden Khadafi dari Kota Benghazi.
Sejak saat itu, Benghazi menjadi salah satu pusat konflik di Libya dan dikuasai oleh kelompok bersenjata anti Pemerintah Pusat Libya di Tripoli.
Pada tahun 2012 Benghazi diserang dan dikuasai oleh kelompok militan Anshar Al-Syaria hingga tahun 2014.
Kemudian di bulan Mei 2014, kelompok bersenjata di bawah pimpinan mantan panglima angkatan bersenjata Libya, General Khalifa Haftar, melakukan serangan besar-besaran ke pusat kota Benghazi yang saat itu dikuasai oleh Anshar Al-Syaria. Pertempuran tersebut masih berlangsung hingga akhir 2017.