Pekerja Migran Rentan Jadi Korban Perdagangan Orang
Persoalan prosedural baru akan diketahui setelah yang bersangkutan mengalami masalah di luar negeri
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pekerja migran rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), khususnya yang berangkat dengan cara-cara non-prosedural.
Akan tetapi, bukan berarti pekerja migran yang berangkat secara legal akan terbebas dari segala permasalahan.
Karena biasanya, persoalan prosedural baru akan diketahui setelah yang bersangkutan mengalami masalah di luar negeri.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, pekerja migran sangat rentan menjadi korban perdagangan orang karena termakan bujuk rayu dari para pelaku.
“Hampir dari semua kasus perdagangan orang yang dimintakan perlindungannya ke LPSK, terkait dengan rencana mereka untuk dipekerjakan di luar negeri,” ungkap Semendawai dalam jumpa wartawan di ruang Media Centre Gedung LPSK, Jakarta Timur, Kamis (5/4-2018).
Selain Semendawai, kegiatan bertema, “Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri: Peluang Sejahtera Bertaruh Nyawa” dan dihadiri wartawan dari berbagai media televisi, cetak hingga online itu, juga menampilkan dua narasumber berkompeten lainnya, yaitu Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono dan Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo.
Baca: 20 Pekerja Migran Myanmar Tewas Terpanggang di Dalam Bus di Thailand
Menurut Semendawai, LPSK sendiri menangani kasus perdagangan orang terkait pengiriman pekerja migran, seperti pada kasus Anak Buah Kapal Kartigo pada tahun 2013 lalu dimana terdapat 57 orang korban.
Ada pula Erwiana yang disiksa majikannya di Hongkong. Pada kasus Erwiana, yang bersangkutan berani memproses hukum pelaku yang terlibat baik di luar maupun dalam negeri.
Terakhir, mencuat kasus yang menimpa Adelina, dimana pelaku dalam negeri kini tengah diproses.
Sebagai informasi, tahun 2017, LPSK menerima permohonan perlindungan pada kasus perdagangan orang sebanyak 257 orang.
Untuk tahun ini, permohonan perlindungan dari kasus serupa berjumlah 21 orang.
Sedangkan layanan dalam kasus perdagangan orang yang masih berjalan diperuntukkan bagi 257 pemohon, terbagi atas pemenuhan hak prosedural bagi 241 orang, fasilitasi restitusi 193 orang, bantuan medis 23 orang, psikologis 18 orang dan perlindungan fisik 10 orang.
Sestama BNP2TKI Hermono menambahkan, jadi pekerja migran seakan menjadi satu-satunya opsi meningkatkan kesejahteraan, khusus di wilayah Indonesia Timur seperti NTT. Hal ini mengingat tingkat pendidikan yang rendah, lapangan kerja terbatas dan kondisi alam yang tidak subur.