Pekerja Migran Rentan Jadi Korban Perdagangan Orang
Persoalan prosedural baru akan diketahui setelah yang bersangkutan mengalami masalah di luar negeri
Editor: Eko Sutriyanto
“Tapi, harus diakui, remitansi dari pekerja migran seperti tercatat di BI mencapai Rp117 triliun. Bahkan, di beberapa daerah, remitansi dari pekerja migran bisa dua kali lipat PAD,” ungkap Hermono.
Dalam catatan BNP2TKI, ujar Hermono, jumlah pekerja migran dari jalur resmi cenderung menurun dari 512.168 orang pada 2013, turun drastis menjadi 275.737 pada tahun 2015.
Kemudian kembali turun pada tahun 2016 menjadi 234.451, meskipun kembali mengalami kenaikan pada 2017 menjadi 261.820.
“Sempat menurun akibat adanya moratorium Timur Tengah. Tapi, penurunan jumlah itu tidak diikuti jumlah kasus yang menimpa pekerja migran, bahkan cenderung naik,” katanya.
Kondisi demikian, menurut Hermono yang segera menjabat Duta Besar RI untuk Spanyol itu, lebih disebabkan karena meski angka pekerja migran menurun, tetapi mereka yang berangkat secara ilegal meningkat.
“Sebanyak 90% pekerja migran yang berangkat menggunakan non-prosedural. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya, mulai pencegahan, penegakan hukum dan menyiapkan peraturan perundang-undangan,” tutur dia.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menambahkan, ada beberapa hal yang menjadi konsen Migrant Care pada awal 2018, antara lain pekerja migran yang terpapar ideologi radikal serta modus pengiriman siswa untuk magang ke luar negeri.
Namun, ternyata setelah tiba di negara tujuan, mereka malah jadi korban perdagangan orang. “Migrant Care siap ber-partner dengan LPSK agar pekerja migran yang jadi korban TPPO mau menjadi saksi,” ujar dia.