Jelang Pembacaan Putusan, Sekjen Partai Idaman Sebut KPU RI Buat Aturan di Luar UU
"KPU RI membuat Idaman Tidak Memenuhi Syarat (TMS,-red) Angka 7 yang tidak diatur dalam UU atau Peraturan KPU itu sendiri," tutur Ramdansyah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta akan memutuskan terhadap gugatan Partai Idaman. Sidang digelar di PTUN DKI Jakarta, pada Selasa (10/4/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.
Partai Idaman menggugat Keputusan Komisi Pemilu Umum (KPU) No. 58 tahun 2018 yang menetapkan partai tidak lolos administrasi sehingga tidak dilakukan verifikasi oleh KPU RI.
Baca: Anies Ingin Buatkan Prasasti untuk Warga Terdampak Proyek MRT
Sekjen Partai Idaman, Ramdansyah, mengatakan selama persidangan terdapat fakta persidangan, di mana KPU RI membuat ketentuan sendiri yang tidak diatur oleh undang-undang.
"KPU RI membuat Idaman Tidak Memenuhi Syarat (TMS,-red) Angka 7 yang tidak diatur dalam UU atau Peraturan KPU itu sendiri," tutur Ramdansyah, Senin (9/4/2018).
Baca: Manchester City vs Liverpool, Pep Guardiola Terinspirasi Barca Saat Tekuk PSG
Selain itu, kata dia, KPU RI juga telah melampui kewenangan dalam mencoret keberadaan nomor rekening partai yang unik untuk masing-masing DPC Partai Idaman yang sudah dikeluarkan oleh pihak bank yang mengacu pada UU Perbankan.
Tak hanya itu, dia melanjutkan, KPU RI juga melampaui kewenangan ketika mencoret Surat Surat Keputusan dikeluarkan DPP terhadap PAC-PAC dimana AD/ART partai memberikan pengecualian dan kewenangan terhadap Ketua Umum dan Sekjen untuk membuat SK-SK PAC karena terkait kondisi tertentu.
Serta, KPU RI tidak mengindahkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memperkenankan tanda tangan specimen Ketua Umum dan Sekjen Partai, tetapi justru mencoret berkas-berkas partai Idaman karena tanda tangan itu.
Selama persidangan Partai Idaman telah menghadirkan sejumlah saksi diantaranya Hamdan Zoelva mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Bambang Eka Cahya Widodo mantan Ketua Bawaslu RI, Junaedi dan Sony Maulana dari Fakultas Hukum UI.
Selain saksi ahli, partai yang digawangi penyanyi dangdut Rhoma Irama itu juga telah menghadirkan 101 saksi fakta dari seluruh Indonesia untuk persidangan di PTUN.
Putusan MK No. 53 tahun 2017 yang diajukan oleh Rhoma Irama dan Ramdansyah dan kemudian dikabulkan terkait persamaan hak untuk diverifikasi oleh KPU RI tentunya harus dijalankan oleh penyelenggara Pemilu.
Apabila hal ini tidak dijalankan, maka telah terjadi pembangkangan konstitusi. Hal ini tentunya akan memberikan dampak kepada publik. Publik akan meniru pembangkangn terhadap hukum, ketika penyelenggara negara tidak memberikan contoh untuk menjalankan putusan MK.
Penyelenggara negara juga tidak boleh lompat pagar terhadap kewenangan yang dimiliki dengan membuat norma baru yang tidak diatur oleh UU. UU No. 30 tahun 2014 telah mengatur kewenangan penyelenggara administrasi pemerintahan.
Soal Sistem Informasi Partai Politik atau SIPOL yang dimasukan KPU RI dalam PKPU No. 11/2017 dan PKPU No. 6/2018 tanpa ada payung hukum di UU No. 7/2017 tentang Pemilu tentunya melampaui kewenangannya sebagai Eksektur, dan mengambil kewenangan legislator untuk membuat UU.