Hari Ini DPR Panggil MKEK dan IDI soal Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan
Komisi IX DPR RI memanggil pimpinan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada hari ini (11/4/2018).
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR RI memanggil pimpinan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada hari ini (11/4/2018).
Pemanggilan ini untuk menjelaskan persoalan penerapan pengobatan Digital Substraction Angiography (DSA) atau dikenal metode 'cuci otak' untuk penyembuhan pasien stroke oleh dr Terawan Agus Putranto hingga sempat doker itu dipecat sementara.
"Kasus ini sudah menjadi perhatian di publik, kami sebagai perwakilan dari masyarakat, harus mengetahui kasus ini secara terang. Kami akan panggil MKEK dan IDI besok," ujar Ketua Komisi IX, Dede Yusuf, di Jakarta, Selasa (10/4).
Baca: Walikota Hendi Tanda Tangani MOU Pengembangan Kedungsepur
Dede menjelaskan, sejauh ini metode 'Cuci Otak' ala dr Terawan sudah dilakukan sejak tahun 2013 lalu. Kemudian, hal itu sudah diterapkan di berbagai negara. Begitu pun di Indonesia.
Hanya saja, ada pihak-pihak yang masih mempertanyakan dan belum menerima metode DSA tersebut di Tanah Air.
Padahal dari metode itu, lanjut Dede, sudah dapat menyembuhkan ribuan orang. Jika, ada kegagalan, maka seharusnya dicek kembali penyakit yang bersangkutan.
"Kalau ada yang gagal, satu atau dua orang, ya kan bisa dicek ulang, apakah memang penyakitnya tidak bisa disembuhkan dengan metode itu? Atau ada hal lain. Sementara yang sembuh kan sudah ribuan orang," urainya.
Bukan hanya itu, pemerintah dianggap telat jika belum melakukan uji klinis dari temuan dokter Terawan. Sebab, di negara lain, sudah diterapkan dari beberapa tahun belakangan.
"Saya harus bilang, pemerintah telat kalau baru mau uji klinis," ucapnya.
Dede enggan berkomentar banyak mengenai adanya kegaduhan di dalam internal organisasi IDI dari kebocoran tersebut. Menurutnya, hal itu merupakan masalah internal dan DPR tidak dapat masuk lebih dalam.
"Makanya, kita coba bicara besok di DPR. Apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, dokter Terawan tidak bisa hadir karena masih di luar negeri," tukasnya.
Kegaduhan di dalam internal kedokteran diamini oleh Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI, Erol Hutagalung.
Dia menjelaskan, atas terjadinya kebocoran surat rekomendasi MKEK untuk dr Terawan yang juga Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu membuat sebuah jarak antar-dokter. "Ya ini sudah membuat kegaduhan di internal kami, di satu profesi dan dunia kesehatan," jelasnya.
Sebab, ada pihak atau oknum yang secara sengaja membocorkan surat rekomendasi tersebut ke publik. Erol enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai pihak tersebut.
Terpenting bagi IDI saat ini, yakni mengumpulkan bukti-bukti mengenai kesalahan etika yang sudah dilakukan mengenai dokter Terawan. Bukan hanya itu, pihaknya juga memberikan kesempatan bagi jenderal TNI bintang dua itu untuk melakukan pembelaan.
"Kami akan memberikan kesempatan itu juga," katanya.
Meski begitu, Dede berharap agar seluruh pihak menghargai keputusan PB IDI yang melakukan penundaan rekomendasi dalam waktu yang tidak ditentukan.
Pemecetan sementara dr Terawan Agus Putratnto dari keanggotaan IDI terungkap setelah beredar surat keputusan dari IDI tertanggal 23 Maret 2018.
Surat IDI tersebut pemecatan sementara dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI sebagaimana putusan sidang MKEK yang menyatakan dr Terawan melakukan pelanggaran etik berat atau serius atas penerapan metode pengobatan DSA atau dikenal metode 'cuci otak' dalam manangani pasien stroke.
Dokter Terawan dipecat dari keanggotaan IDI dan tidak diperbolehkan melakukan praktik dalam kurun waktu satu tahun terhitung sejak 26 Februari 2018.
Namun, seiring ramainya pemberitaan terkait dr Terawan, sejumlah pejabat publik memberikan dukungan dan membuat pengakuan tentang peran dr Terawan dalam membantu pengobatan dan pemulihan sakit mereka.
Mereka di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Akhirnya Majelis Pimpinan Pusat IDI mengubah keputusannya atas nasib profesi dr Terawan pada 8 April 2018. IDI memutuskan menunda pemecatan sementara dr Terawan dari keanggotaan profesi IDI.
Dan IDI melempar masalah metode "cuci otak" dr Terawan ini kepada pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Mereka minta dilakukannya uji secara klinis metode terapi cuci otak dr Terawan dengan menggunakan DSA tersebut oleh Tim Health Technology Assessment (HTA) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. (Tribun Network/ryo/coz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.