Ungkap Kehidupannya Mulai Jadi Pembantu hingga Ketua DPR, Setnov Tidak Minta Dikasihani
Setnov juga mengaku banyak dibantu oleh para petinggi Golkar sampai akhirnya dia bisa menggapai cita-citanya menjadi Ketua DPR
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto (Setnov) mengawali pembacaan pleidoi atau nota pembelaannya pada hari ini, Jumat (13/4/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan menceritakan awal mula kehidupannya mulai dari bawah hingga bisa menjadi Ketua DPR RI.
"Saya rela mengabdi jadi pembantu, nyuci, ngepel jadi sopir, dan bangun pagi untuk antar sekolah anak-anak, semua saya lakukan untuk melanjutkan kuliah saya," tutur Setnov saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Baca: Lakukan Operasi untuk Mengubah Warna Matanya, Nasib Selebgram Ini Malah Mengerikan
Lebih lanjut, Setnov juga mengaku banyak dibantu oleh para petinggi Golkar sampai akhirnya dia bisa menggapai cita-citanya menjadi Ketua DPR. Hal itu ditambah pula dengan kerja kerasnya.
"Ternyata karunia Allah sungguh sangat besar, bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, berkat kerja keras, untuk wujudkan cita-cita saya mengabdi untuk negara ini. Menjadi Ketua DPR," ucapnya.
Setnov menyatakan apa yang dibacakan tersebut bukan untuk dibelaskasihani, melainkan sebagai mengimbangi pandangan masyarakat terhadap dirinya.
"Saya terpaksa, bukan pamrih membacakan (pleidoi) ini. Saya ingin masyarakat melihat cahaya di tengah-tengah gelapnya, saya ingin mengimbangi pemberitaan atau kabar yang beredar di luar, sudi kiranya dapat mengurangi celaan, cacian yang kejam itu," tambahnya.
Diketahui, hari ini, Jumat (13/4/2018) Pengadilan Tipikor Jakarta mengagendakan sidang perkara dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP untuk terdakwa Setya Novanto (Setnov) dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan terdakwa.
Setya Novanto mengajukan pleidoi setelah Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Ketua DPR RI itu dengan pidana penjara selama 16 tahun. Selain dituntut penjara, Setnov juga didenda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan membayar 7,435 juta dolar AS dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan ke KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk selanjutnya menjadi milik negara.
Tidak hanya itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa pidana pokok.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.