Komnas HAM Temukan Jutaan Hak Pilih Warga Terancam Tidak Dapat Disalurkan di Pilkada 2018
"Hambatan yang terjadi salah satunya adalah regulasi kepemilikan KTP-el kalau ingin memakai hak pilihnya," papar Hairiansyah
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Momentum pemungutan dan penghitungan suara Pilkada sudah semakin dekat, yaitu pada 27 Juni 2018. Namun masih banyak menyisakan persoalan krusial terkait data pemilih.
"Kami melihat bahwa ternyata persoalan data ini menjadi ancaman bagi hak warga negara terhadap pilkada 2018," ujar Ketua Tim Pemantau Pilkada Komnas HAM, Hairiansyah dalam jumpa pers di Gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta, pada Senin (16/4/2018).
Ada sekira 6,7 juta orang berpotensi kehilangan hak pilihnya lantaran faktor belum memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) ataupun belum melakukan perekaman data.
Baca: Pelaporan Amien Rais Dinilai Tak Penuhi Unsur Pidana
Berdasarkan temuan Komnas HAM, di tiga Provinsi jumlah potensial non KTP-el mencapai 1.998.426 pemilih, yakni Kalimantan Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
"Hambatan yang terjadi salah satunya adalah regulasi kepemilikan KTP-el kalau ingin memakai hak pilihnya," papar Hairiansyah.
Potensi hilangnya hak memilih bukan sekadar pelanggaran hukum kepemiluan, tetapi lebih jauh merupakan wujud nyata pelanggaran hak asasi manusia.
Baca: Sandi Bakal Tindak Tegas Calo Pendaftaran Rumah DP 0 Rupiah
Kepemilikan administratif KTP-el menjadi instrumen utama syarat warga untuk bisa menggunakan hak konstitusionalnya.
Di sisi lain, temuan Komnas HAM menemukan persoalan subtantif dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan KPU sebagai penanggung jawab, dalam menempatkan masyarakat sebagai pemegang hak (right holder) belum berjalan dengan baik.
Apabila hak konstitusional masyarakat untuk bisa memberikan suaranya tidak terwujud, maka negara telah melakukan pelanggaran HAM.