Meski Masih Bingung Setya Novanto Berserah pada Putusan Hakim
Novanto masih bingung dan belum percaya didakwa melakukan intervensi proyek e-KTP dan dituntut 16 tahun penjara oleh jaksa KPK.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
Maqdir menemui Novanto di tempat penahanannya, Rutan Cabang K4 KPK Jakarta, menjelang sidang pembacaan vonis untuk mantan orang nomor satu DPR RI dan Partai Golkar itu pada Senin pagi kemarin.
Secara kasat mata, kondisi fisik dan mental Novanto dalam keadaan baik.
Ketua KPK Agus Rahardjo berharap hakim dapat memberikan putusan yang proporsional atas perbuatan yang telah dilakukan Setya Novanto.
"Kami berharap yang proporsional karena beliau ada salahnya karena mencoba jadi Justice Collaborator. Tapi, kami tidak sepakat kalau dapat itu. Jadi kan terungkap di pengadilan," kata Agus.
Agus menjelaskan, ada kemungkinan untuk menindaklanjuti kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun tersebut.
Tidak hanya fokus terhadap orang-orang yang ada di DPR saat itu, tetapi juga kepada pengusaha yang terdapat kaitan dengan proyek bernilai triliunan rupiah tersebut.
Baca: Tim Cyber Crime Polda Sumsel Pantau Admin Medsos, Postingan tak Jelas Kena Pidana
"Kami kan selalu mengikuti proses itu dari fakta yang terungkap di pengadilan. Lalu, kerja dari penyidikan dan penuntutan. Kalau memang ada yang harus ditindaklanjuti, ya kami teruskan," tegasnya.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa KPK menuntut Setya Novanto dengan tuntutan 16 tahun penjara membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Novanto dinilai telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Novanto juga diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010) dari pengusaha peserta tender proyek e-KTP, Johannes Marliem.
Menurut jaksa, Novanto secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Novanto bersama-sama dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengatur proses penganggaran di DPR. Selain itu, ia juga mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek.
Novanto dianggap melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Tribun Network/amriyono)