Investigasi Ombusman : TKA Banyak Jadi Buruh Kasar Sampai 90 Persen
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan di lapangan banyak tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja sebagai buruh kasar bahkan sopir
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan di lapangan banyak tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja sebagai buruh kasar bahkan sopir.
Temuan tersebut berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan ORI pada bulan Juni-Desember 2017 di tujuh provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
"Buruh kasar TKA sebetulnya ada di mana-mana," kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Kuningaan, Jakarta Selatan, Kamis (26/4/2018).
Laode sedikit menyinggung soal perlengkapan standar yang digunakan dalam sebuah proyek.
Disitu, kata Laode, penggunaan topi berwarna kuning adalah untuk kuli atau buruh kasar.
Sedangkan, penggunaan topi merah digunakan supervisor. Sementara, penggunaan topi berwarna hijau adalah seorang manajer.
Penggunaan topi itu sesuai apa yang ditemukan Ombusman dilapangan.
Yakni, Ombudsman banyak menemukan TKA yang menggunakan topi kuning, alias buruh kasar.
"Umumnya di lapangan harusnya kan untuk TKA paling banyak topi hijau dan merah, tapi kenyataannya 90 persen lebih topi berwarna kuning atau buruh kasar," kata Laode.
Selain sebagai buruh, tim Ombusman juga menemukan adanya TKA yang bekerja sebagai sopir di Morowali.
Bahkan, jumlahnya terbilang banyak hingga 200 orang TKA dalam satu perusahaan.
"Di Morowali sekitar 200 sopir angkutan barang adalah TKA. Itu yang terjadi. Masa orang kita jadi sopir saja enggak bisa," jelas Laode.
Temuan Ombusman ini jelas berbeda dengan data yang dirilis oleh pemerintah dimana TKA bukan bekerja sebagai pekerja kasar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.