SETARA Institute Beri Catatan Terkait Aksi Peringatan Hari Buruh Sedunia
Narasi “Bunuh Sultan” yang cukup massif dalam demo kemarin, menurut Hendardi merupakan provokasi brutal yang sangat berlebihan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua SETARA Institute Hendardi mengungkapkan pihaknya memiliki catatan yang perlu disikapi terkait peringatan Hari Buruh Sedunia yang diwarnai dengan aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia.
Pertama, Hendardi mengatakan, kebebasan berekspresi, berunjuk rasa, dan mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hak konstitusional warga yang dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Baca: Usut Sembako di Monas, Polisi Kemungkinan Panggil Sandiaga Uno
Namun demikian, lanjutnya, penikmatan hak tersebut tidak boleh melanggar hak dan kebebasan orang lain. Selain itu, penunaian hak tersebut juga harus dilakukan secara damai, tanpa kekerasan, dan tidak dengan perusakan fasilitas-fasilitas umum.
"Dalam konteks demo di pertigaan UIN Yogyakarta tersebut, kita harus memberikan kesempatan kepada kepolisian untuk melaksanakan kewenangannya dalam menegakkan hukum," ujar Hendardi sesuai keterangannya, Kamis (3/5/2018).
Kedua, Hendardi mengungkapkan, dalam rangka penegakan hukum tersebut, sebaliknya aparat kepolisian juga harus melaksanakan kewenangannya secara profesional sesuai dengan koridor hukum dan peraturan perundang-undangan.
"Aparat kepolisian juga harus menjamin kerja-kerja bantuan hukum dan tidak menghalang-halangi kerja penasehat hukum untuk menjalankan profesinya dalam memberikan bantuan hukum bagi para pendemo yang ditangkap," kata Hendardi.
Ketiga, Hendardi menilai provokasi-provokasi yang dilakukan oleh oknum pendemo berupa penghinaan terhadap Sultan HB X, simbol utama kekuasaan politik dan kultural yang disegani di Jawa, khususnya di wilayah Kesultanan Jogyakarta, sama sekali tidak relevan dengan tuntutan dan isu perburuhan dalam aksi Hari Buruh Sedunia.
Narasi “Bunuh Sultan” yang cukup massif dalam demo kemarin, menurut Hendardi merupakan provokasi brutal yang sangat berlebihan. Narasi tersebut hampir pasti bukan muncul dari aspirasi mahasiswa atau buruh pendemo. Demo rusuh tersebut telah disusupi oleh pihak-pihak yang memang menginginkan kekacauan.
Baca: Sambil Terisak Fredy Minta UUMD3 Dibatalkan
Hal itu, menurut Hendardi, merupakan indikasi awal bahwa menjelang perhelatan elektoral, khususnya Pilpres 2019, ada pihak-pihak yang coba-coba merepetisi pola lama yaitu memancing situasi ricuh dan menebar ketakutan di tengah masyarakat, untuk kepentingan politik Pilpres 2019.
"Dengan cara itu, kelompok yang kekuatan dan pengaruh riilnya kecil tersebut berharap, rasionalitas politik para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dapat ditekan sedemikian rupa," tutur Hendardi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.