PDIP Ingin Jusuf Kalla Jadi Cawapres Jokowi, Wakil Ketua MPR Bilang Kembalikan ke UUD
Hidayat Nur Wahid meminta tafsir mengenai masa jabatan presiden atau wakil presiden sebaiknya dikembalikan kepada UUD 1945.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta tafsir mengenai masa jabatan presiden atau wakil presiden sebaiknya dikembalikan kepada UUD 1945.
Tafsir masa jabatan presiden dan wakil presiden tersebut mencuat setelah PDI Perjuangan mengkaji kemungkinan memasangkan kembali Jusuf Kalla dengan Joko Widodo ( Jokowi ) dalam Pemilu presiden 2019 mendatang.
"Kembalikan saja pada Undang undang dasar, kesehatan apakah beliau memang betul-betul sehat , masih fit itu bagian-bagian yang harus diuji, tetapi kata kuncinya kembali pada UUD. Apa ketentuan dasarnya," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta. Jumat, (4/5/2018).
Baca: Jusuf Kalla: Janganlah Kampanye Sebelum Waktunya
Majunya kembali Kalla dalam Pilpres terbentur Pasal 7 UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden/Wapres.
Adapun pasal 7 tersebut menyatakan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun.
Sesudahnya mereka dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Tidak hanya itu wacana majunya Kalla dalam Pilpres 2019 juga terbentur Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Berdasarkan aturan tersebut syarat menjadi presiden dan wakil presiden adalah belum pernah menjabat di posisi itu selama dua kali masa jabatan untuk jabatan yang sama.
Namun aturan tersebut menjadi perdebatan, apakah yang dimaksud dua kali itu harus berturut turut atau tidak.
Aturan batasan masa jabatan presiden tersebut kini sedang diuji materikan di Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah aliansi masyarakat.
Hidayat mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada MK untuk menafsirkan aturan tersebut apakah dua periode yang dimaksud harus bertuturut turut atau tidak.
"Apakah memang membolehkan bertuturt-turut artinnya berselang atau tidak berselang seling, keputusan akhrinya ada di MK," katanya.
Perjalanan aturan batas masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak terlepas pada masa Orde Baru.
Pada masa itu menurut Hidayat presiden dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.
Aturan tersebut kemudian ditafsirkan sehingga Soeharto terpilih kembali lebih dari dua periode.
Pada era reformasi aturan tersebut kemudian diubah untuk memberikan kepastian hukum.