Rekan Jejak Penzoliman dan Pengkriminalisasian Mujianto Bos PT Cemara Asri Group
Sebidang tanah milik Mujianto, bos PT Cemara Asri Group, seluas 3,4 hektar yang terletak di Kampung Salam Belawan, Medan
Editor: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sebidang tanah milik Mujianto, bos PT Cemara Asri Group, seluas 3,4 hektar yang terletak di Kampung Salam Belawan, Medan, Sumatera Utara, ingin dibeli oleh PT Bungasari Flour Mills Indonesia (BFMI) dengan syarat tanah tersebut harus ditimbun lebih dulu menggunakan material pasir laut.
Setelah ada kesepakatan, diberikan surat perjanjian kerja (SPK) penimbunan yang ditandatangani Parlindungan Togi, staf Mujianto kepada Marwan yang diketahui merupakan rekomendasi atau orang suruhan dari Ir Rosihan Anwar, staf Mujianto, mantan karyawan Pelindo I. Selama enam bulan, penimbunan tidak juga bisa dilakukan dan mengakibatkan kerugian Mujianto sebesar Rp 2,5 miliar.
Setelah gagal, penimbunan diambil alih oleh Rosihan Anwar. Rosihan mendatangi Mujianto dan meminta pengerjaan penimbunan tersebut tetap ia lakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada Mujianto. Itu ditandai dengan surat pernyataan dari Rosihan tertanggal 14 Oktober 2014 tentang kesanggupannya mengerjakan penyelesaian penimbunan. Dalam surat tersebut dikatakan pula, pekerjaan akan menggunakan teknologi yang dapat menghasilkan produksi minimal 300 meter kubik per hari per satu unit alat. Ia berjanji selama 15 hari penimbunan akan selesai karena didukung Ir. Muhaimin Nasution (bidang teknologi dan operasi penimbunan) serta Drs. Armen Lubis MM (bidang manajemen dan pembiayaan). Surat tersebut jelas-jelas menyatakan bahwa Rosihan bertanggung jawab penuh mengerjakan penimbunan tanpa biaya dari Mujianto. Mujianto sendiri tidak mengenal Muhaimin dan Armen yang membantu Rosihan. Total kerugian Mujianto ditaksir senilai Rp 5 miliar.
Rosihan juga gagal melakukan penimbunan karena material pasir laut tidak bisa didapatkan. Sebagai informasi, menurut Dinas Pertambangan Pemerintah Provinsi Sumut, pasir laut hanya bisa didapat di tengah laut berjarak 14 mil dari bibir pantai Belawan. “Kalau mengharapkan pasir laut dari kali di sekitar lokasi lahan itu mustahil. Sampai kiamat pun penimbunan tidak akan bisa. Yang ada di kali hanya limbah sampah masyarakat dan air comberan,” kata Mujianto dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribunnews.com, Jumat (4/5/2018) di Jakarta.
Setelah sekian lama, Rosihan, Anwar, dan Armen dengan konsultan PT BFMI (selaku pihak yang membeli) membuat laporan rekayasa, seakan-akan telah berhasil melakukan penimbunan seluas 1 hektar. Setelah dicek oleh Surbakti dan Barus, orang yang diutus Mujianto, hasilnya tidak sesuai dengan laporan tersebut. Dengan kata lain laporan yang diberikan Rosihan fiktif dan rekayasa belaka.
Dalam laporannya Rosihan menyebutkan seakan-akan kedalaman tanah per meter persegi yang harus ditimbun sebesar 3,8 meter sampai 4 meter. Padahal, penimbunan cukup dilakukan 1,2 meter – 1,6 meter saja.
Rekayasa memanipulasi kedalaman dilakukan untuk memperbesar pemakaian material pasir laut. Faktanya, tidak perlu ditimbun pun memang kondisi tanah sudah demikian, karena yang dibutuhkan hanya penimbunan 1,2 meter – 1,6 meter saja. Jadi, rekayasa memang sudah dilakukan sejak awal.
Melihat penimbunan yang gagal tersebut, Mujianto berinisiatif mendatangi pihak BFMI dan minta pembelian lahan tersebut dibatalkan dan mengembalikan pembayaran yang telah dilakukan berikut denda yang diwajibkan oleh pihak pembeli. Selain itu, penimbunan berlangsung satu tahun lebih, telah melewati limit waktu yang disepakati.
Namun, pihak BFMI tetap bersikeras membeli lahan tersebut. Dibuatlah kesepakatan melanjutkan jual-beli lahan tersebut dengan penimbunan tidak lagi menggunakan pasir laut, tetapi memakai tanah.
“Otak dari kasus ini adalah Rosihan Anwar yang sejak awal telah berusaha ‘memeras’ saya dengan membuat berbagai rekayasa. Padahal, saya tulus kepada dia,” kata Mujianto.
Selanjutnya, pengerjaan penimbunan diserahkan kepada Askaris Chioe (CV Saainti Karya Teknik). Setelah selesai melakukan penimbunan, pihak BFMI membayar lunas pembelian lahan tersebut.
Tidak disangka, pada 28 April 2017, Armen melaporkan Mujianto ke Polda Sumut dengan dugaan penipuan. Padahal jelas-jelas Mujianto tidak mengenal Armen. Laporan atas perkara No. LP/509/IV/2017/SPKT-II tertanggal 28 April 2017 tersebut menjadikan Mujianto sebagai tersangka dan sempat ditahan selama 8 hari di tahanan Ditreskrimum Polda Sumut. Setelah ada jaminan dari keluarga, Mujianto pun dibebaskan.
Ketika dihubungi, Mujianto secara jelas mengatakan, “Saya tidak mengenal saudara Armen Lubis (pelapor). Saudara Armen adalah orang yang membantu Rosihan Anwar. Yang bertanggung jawab kepada saya atas penimbunan tanah tersebut adalah Rosihan Anwar, karyawan yang telah saya berhentikan dan telah banyak merugikan saya”.
Mujianto dituduh melakukan penipuan sebesar Rp 3 miliar. Untuk hal itu, Mujianto dengan nada emosi mengatakan, “Apabila Rosihan Anwar cs dan penyidik bisa membuktikan hasil kerja penimbunan dengan material pasir laut diatas lahan seluas 1 hektar, seperti yang dilaporkan Armen Lubis dengan tuntutan Rp 3 miliar, maka demi keadilan dan kebenaran saya akan membayar Rp 6 miliar”.
Mujianto mengaku kaget dengan tuduhan penipuan tersebut. “Apanya yang saya tipu? Apa yang saya gelapkan? Biarlah proses hukum yang menyelesaikan semuanya,” tandas Mujianto yang juga Ketua Yayasan Budha Tzu Chi Sumatera Utara ini.
Dia menambahkan, “Kalau benar sudah ditimbun 1 hektar, seperti laporan Rosihan Anwar cs, berarti tinggal 2,4 hektar lagi yang harus ditimbun dengan tanah. Faktanya, masih 3,4 hektar yang ditimbun dengan tanah. Saya duga yang diklaim 1 hektar sudah ditimbun pasir laut tersebut adalah fiktif yang terindikasi dirangkai data-data palsu”.
Mujianto juga menilai dirinya bukan saja dizolimi, tapi juga dikriminalisasi oleh oknum penyidik Unit 1 Subdit II Hardah Bangtah Ditreskrimim Polda Sumut. “Oknum penyidik sepertinya terus menerus mencari-cari kesalahan saya. Padahal, sampai kini saya tidak pernah merugikan pihak manapun, termasuk pihak yang melaporkan saya (Armen Lubis cs),” ujar Mujianto dengan nada tinggi.
Tidak itu saja, kabarnya, pihak kepolisian juga tidak pernah menggelar perkara secara terbuka dan memanggil baik saksi-saksi dari pihak Mujianto maupun ahli pertambangan dan sebagainya untuk dimintai keterangan. “Gelar perkara hanya dilakukan secara internal dan penetapan tersangka hanya berdasarkan pengaduan Sdr. Armen saja,” kata Mujianto.
Beberapa waktu lalu, Kombes Pol Andi Rian Djajadi SIK Direktur Ditreskrimim Polda Sumut menyampaikan bahwa pihaknya telah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Mujianto. Terhitung Kamis, 19 April 2018, Mujianto masuk dalam DPO. Alasannya, Mujianto telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Hal ini dibantah Mujianto, “Tidak benar saya mangkir. Kalau pun tidak datang ada surat yang saya berikan yang menerangkan ada kegiatan-kegiatan sosial yang sudah terjadwal jauh hari sebelumnya. Jadi, bukan saya mangkir”. Mujianto mengaku ke Singapura untuk berobat.
Bagi Mujianto, penetapan DPO dirinya adalah bentuk penzoliman. “Ini sudah benar-benar penzoliman dan sudah diluar logika,” ujarnya ketika dihubungi. Dirinya mengaku, tidak menghadiri dua kali panggilan bukan untuk menghindari pemeriksaan atau takut, tetapi pemeriksaan dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan hukum yang sebenarnya.
“Saya sudah bolak-balik diperiksa penyidik selama enam bulan terakhir. Bahkan sempat ditahan selama 8 hari. Saya terus menjalani pemeriksaan secara kontinu. Sekarang saya sedang berobat ke Singapura,” ujar Mujianto yang mengaku akan tetap kooperatif.
Mujianto menambahkan, “Dalam kasus ini pun saya tidak bisa digugat secara perdata karena memang tidak ada pekerjaan penimbunan pasir laut di lahan saya yang dilakukan Armen Lubis cs. Selain itu, saya juga tidak kenal dengan Armen Lubis”.
Uniknya, berkas perkara Mujianto tidak kunjung lengkap (P21). Pihak Kejaksaan Tinggi Sumut telah 3 kali mengembalikan berkas tersebut, yakni 1 Februari 2018, 20 Maret 2018, dan 7 April 2018 karena belum lengkap.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Sumanggar Siagian, pihaknya menilai berkas perkara Mujianto belum bisa P21 karena memang belum lengkap. “Kalau dinilai sudah lengkap secara yuridis formil materil kita akan P21. Saat ini pihak kejaksaaan masih meneliti berkas-berkas perkara Mujianto,” jelasnya.
Mujianto terus bergerak mencari keadilan dan kebenaran. Baginya, kasus yang menerpa dirinya sangat tidak masuk akal. Dituntut oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal. Pun tidak punya hubungan kerja dengan dirinya. Bahkan, ia secara khusus menyurati Presiden Joko Widodo, Komisi III DPR RI, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Propam Mabes Polri untuk meminta perlindungan hukum atas rasa ketidakadilan yang ia alami.