Setnov Diberi Waktu Sebulan Lunasi Uang Pengganti USD 7,3 Juta, Jika Tidak, KPK Akan Lakukan Hal Ini
KPK memberikan waktu satu bulan bagi terpidana kasus e -KTP Setya Novanto untuk melunasi uang pengganti sebesar USD 7,3 Juta.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) memberikan waktu satu bulan bagi terpidana kasus e -KTP Setya Novanto (Setnov) untuk melunasi uang pengganti sebesar USD 7,3 Juta.
"Tentu kita mengacu ke pasal 18 UU No 31 Tahun 1999, di sana diatur uang pengganti itu wajib dibayar,"ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat ditemui di kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2018).
Jika uang pengganti itu tidak dilunasi. Febri menyatakan pihaknya tidak segan-segan utnuk menyisata aset yang dimiliki Setnov.
"Kalau sampai akhir tidak ada, tentu bisa diganti sesuai dengan amar putusan," ucap Febri.
Febri menjelaskan bahwa uang pengganti itu akan
Baca: Senyuum dan Gaya Rileks Setya Novanto Saat Tiba di Lapas Sukamiskin
dikurangai dengan jumlah uang yang telah dititipkan oleh Novanto kepada KPK sebesar Rp 5 Miliar.
"Pertama, baik bagi KPK dan baik bagi negara saya kira, karena ada asset recovery di sana sekitar USD 7,3 juta, dikurangi Rp 5 miliar yang pernah dititipkan sebelumnya," tuturnya.
Sementara terkait uang pengganti yang harus dibayar Novanto, Febri menekankan jika penggantain tersebut wajib dalam mata uang dolar.
"Tentu nanti dikonversi. Karena hakim kan mengatakan demikian ya. Uang penggantinya USD 7,3 juta dipotong Rp 5 miliar yang pernah dititipkan sebelumnya. Prinsip paling dasar adalah, bunyi amar putusannya dalam mata uang dolar," ujar Febri.
Diketahui sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Yanto telah memvonis Setya Novanto dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Setya Novanto juga diminta membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan kepada penyidik KPK.
Hak politik mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga dicabut. Dirinya dilarang menduduki jabatan publik selama lima tah