KPK Periksa Tiga Petinggi Tersangka Korporasi PT Nindya Karya
Tiga orang tersebut diantaranya dari bagian direksi Haidar, dari bagian legal Muhamad Ibrahim, penasihat hukum Yunianto.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga petinggi PT Nindya Karya.
Korporasi ini berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Pelaksanaan Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.
"Terkait dengan pemanggilan korporasi Nindya Karya sebagai tersangka, pada pukul 10.30 WIB tadi telah datang tiga orang," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (11/5/2018).
Tiga orang tersebut diantaranya dari bagian direksi Haidar, dari bagian legal Muhamad Ibrahim, penasihat hukum Yunianto.
Seperti diketahui, KPK menetapkan dua korporasi, PT Nindya Karya (PT NK) dan PT Tuah Sejati (PT TS) sebagai tersangka.
Kedua korporasi tersebut diproses dalam kasus dugaan korupsi Pelaksanaan Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.
Penetapan kedua korporasi ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan perkara yang membelit sejumlah tersangka sebelumnya.
Baca: PDIP: Narasi Politik Berkeadaban Menang di Malaysia
Mereka adalah Heru Sulaksono (HI) yang menjabat sebagai Kepala PT NK cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam, ia juga merangkap sebagai Kuasa Nindya Sejati Joint Operation.
Lalu Ramadhani Ismy (RI) sebagai PPK Satuan kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS.
Kemudian Ruslan Abdul Gani (RAG) selaku Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sekaligus merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan proyek pembangunan Dermaga Sabang pada kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang tahun 2011.
Serta Teuku Syaiful Ahmad (TSA) sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) 2006-2010.
Dalam kasus itu, PT NK dan PT TS melalui HS diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dengan nilai proyek sekira Rp 793 miliar.
Dari proyek multi years tersebut, KPK menyebut laba yang diterima oleh PT NK dan PT TS sebesar Rp 94,58 miliar.
Dengan rincian PT NK mendapatkan Rp 44,68 miliar, sedangkan PT TS memperoleh Rp 49,9 miliar.
Terkait kasus korupsi tersebut, kedua korporasi itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana, sebagaimana diubah dengan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.