KPI Bantah Ada Tendensi Politik, Pelarangan Calon Kepala Daerah Tampil di Sinetron
Nuning mengganggap keliru jika ada yang berpikir KPI berpihak, ditunggangi kepentingan kelompok masyarakat tertentu
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat edaran larangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) nomor 68 tahun 2018, bagi calon kepala daerah yang maju pilkada tampil dalam film, seni drama, sinetron, maupun seni peran lainnya di layar televisi berbarengan dengan waktu penetapan calon peserta pilkada 2018 serentak.
“Yang perlu saya sampaikan di depan bahwa surat edaran KPI ini kita keluarkan tgl 12 Februari 2018, itu adalah tanggal penetapan calon peserta pilkada 2018 secara serentak se-Indonesia,” ujar Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Nuning Rodiyah, di Jakarta, Jumat (11/05/2018).
Nuning mengganggap keliru jika ada yang berpikir KPI berpihak, ditunggangi kepentingan kelompok masyarakat tertentu atau ada kepentingan kandidat kandidat lain, seperti tuduhan untuk melarang calon gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar bermain sinetron.
“Kita keluarkan itu sebelum kemudian kita tahu siapa yang akan berkompetisi pilkada 2018, kalau bicara soal artis saya kira tidak hanya Deddy Mizwar yang kemudian ikut berkompetisi,” urainya.
Nuning menyebut sejumlah artis yang juga ikut berkompetisi pada pilkada 2018, seperti Nurul Arifin, Inggrid Kansil, kemudian ada juga Calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang ikut bermain film Dilan. Peraturan tersebut berlaku untuk semuanya.
“Kenapa kemudian tidak diperbolehkan ini karena kita menjaga keberimbangan dan proporsionalitas dalam program siaran, jadi kewajiban program siaran itu harus memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pilkada,” ungkapnya.
Nunung juga membantah jika surat itu ditunjukan kepada salah satu kandidat calon kepala daerah tertentu. KPI punya aturan sendiri yang mengatur pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran yang digunakan untuk mengatur seluruh konten siaran yang ditampilkan di televisi ataupun radio.
“Di pasal 71 standar program siaran ayat 2 disebutkan program siaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Jadi sangat tidak benar tuduhan-tuduhan itu, kita punya regulasi sendiri yang kemudian mengatur tentang penyiaran,” katanya.
Senada dengan KPI, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, pelarangan calon kepalda daerah untuk tampil di sintron, film di televisi dikarenakan kampanye dimedia penyiaran dengan durasi tertentu harus memberikan akses yang setara dan sama bagi semua pihak.
“Saya tidak setuju kalau larangan itu hanya untuk Deddy Mizwar, tetapi larangan itu kan untuk semua calon kepala daerah,” ungkapnya.
Titi menambahkan, tampilnya calon kepala daerah dimasa kampanye di media penyiaran itu dibatasi terutama iklan kampanye. Kalau ada kemudian peserta Pemilukada dibolehkan tampil di sinetron maka sinetron kita akan penuh dengan sinetron politik.
“Jadi kalau Deddy Mizwar tampil disinetron bisa saja kemudian akan muncul sinetron-sinetron lain yang memunculkan calon-calon lain, nah tujuan pembatasan dimedia penyiran menjadi tidak tercapai,” kata Titi.
Jadi yang harus dipahami adalah kesetaraan akses bagi semua calon, jadi kalau semua calon dilarang artinnya bukan hanya Deddy Mizwar yang dilarang semua calon lain juga tidak boleh tampil.
“Tapi kalau Deddy Mizwar dibolehkan tampil efek negatifnya adalah sangat mungkin muncul sinetron-sinetron yang dibintangi oleh pasangan calon lain,” tukasnya.