Mantan Kombatan JI Ungkap Alasan Surabaya Jadi Sasaran, Dan Pelaku Satu Keluarga Termasuk Perempuan
Ali Fauzi, sang mantan kombatan, pentolan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga adik kandung Amrozi, tersangka Bom Bali I
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM - Gerakan para teroris yang mengacak-acak Surabaya Jawa Timur sejak dua hari patut diurai.
Mengapa Surabaya jadi sasaran dan para pelakunya seluruhnya anggota keluarga.
Kembali Tribunjatim.com menemui Ali Fauzi, sang mantan kombatan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga adik kandung Amrozi, tersangka Bom Bali I pada Senin (14/52018).
Menurut Ali Fauzi, benar untuk yang pertama di Indonesia teroris mengajak semua anggota keluarganya, suami, anak anak dan istrinya.
Praktik semacam itu sudah biasa dilakukan oleh para teroris di luar negeri seperti Syiriah dan Irak.
Sudah biasa teroris mengajak semua anggota keluarga bersama untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
"Di Indonesia memang baru pertama kali ini. Kalau di Siria dan Irak sudah biasa," ungkapnya.
Pola ini (bom bunuh diri bersama anggota keluarga, red) memang mengadopsi praktek-praktek di luar negeri.
Mengajak anggota keluarga melakukan teror, dan bahkan siap mati itu karena ingin mengajak semua anggota keluarganya masuk surga.
Keyakinan itulah yang menyebabkan mereka sampai mengajak anggota keluarganya untuk mati bersama.
Terkait sasaran di Surabaya, menurutnya, karena Surabaya atau Jawa Timur selama ini sebagai reproduksi calon pengantin dan juga reproduksi bom.
Dipilihnya Jawa Timur juga terkait terbatasnya pendanaan, mereka tidak perlu mengambil orang orang dari luar daerah.
Bukan mengalihkan sasaran dari Jakarta ke Surabaya.
Tren melibatkan seluruh anggota keluarga itu sudah biasa.
Contohnya dari Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro, tiga saudara sekaligus adik, kakak, bahkan keponakan dan sepupu pernah terlibat dalam jaringan teroris.
"Tidak aneh lagi," ungkapnya.
Dalam pemahamannya, teror semacam ini masih menjadi ancaman di Indonesia.
Pola-pola ISIS ini, termasuk JAD, pengikutnya cukup banyak dan menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
"Cukup banyak pengikut JAD," katanya.
Dan teroris ini sudah komplikasi, maka penanganannya harus melibatkan ahlinya.
Termasuk harus melibatkan orang yang pernah terlibat dalam medan ini.
Saat seluruh elemen bangsa ini untuk menyamakan persepsi.
Karena dengan apa selama ini dilakukan teroris dengan berbagai gerakannya.
Ada yang menilai bahwa itu sandiwara, sekenario serta adanya penafsiran bahwa itu adalah pengalihan isu.
Padahal yang dilakukan para teroris itu benar-benar.
"Tapi aneh sampai ada yang mengatakan bahwa itu sebuah sekenario petugas keamanan," ungkapnya.
Makanya, untuk memberantas gerakan terorisme sampai pada akarnya, harus didahulukan adanya persamaan persepsi dari semua kalangan masyarakat.
Termasuk para mahasiswa, akademisi dan lainnya.
Ali Fauzi mencontohkan, teroris itu ditimpakan penyakit gudik, maka harus dicari tahu penyebab utamanya.
Kalau sudah ditemukan, maka cara pengobatannya akan mudah.
Balas Dendam
Sebelumnya diberitakan, Minggu (13/5), Manzi, panggilan lapangan Ali Fauzi saat di medan tempur, mengungkapkan, teror bom yang meledak di tiga gereja di Surabaya itu adalah bagian dari balas dendam terkait dengan peristiwa di Mako Brimob.
Munculnya rekaman di video, Instagram, yang menunjukkan bagaimana seorang anggota polisi menyuapi makan napiter dengan kedua tangan diborgol dalam bus dalam perjalanan menuju Nusakambangan, menjadi penyulut kemarahan mereka yang sejalan dengan para napiter.
“Jadi kelompok ini sangat terprovokasi dengan video yang beredar luas itu,” ungkap Ali Fauzi.
Kelompok teroris mana yang beraksi di Surabaya meledakkan bom di tiga gereja?
Ali Fauzi memantapkan keyakinannya bahwa pelakunya adalah kelompok yang bergerak dalam medio empat hingga lima tahun terakhir.
“Kelompok ini berafiliasi dengan ISIS,” tandasnya.
Tapi mengapa yang jadi sasarannya gereja, Ali membeberkan, sesungguhnya aksi serupa pernah tahun 2000.
Saat itu, gerakan serentak terjadi di sembilan kota termasuk di antaranya di Batam, Pekanbaru, Mojokerto, Bandung, dan Jakarta dengan pengiriman 25 paket bom.
“Yang beda, modelnya antara dulu dan sekarang,” katanya.
Dalam kejadian ini, menurut Ali Fauzi, polisi tidak berarti kecolongan.
Karena pada dasarnya polisi tahu akan ada balasan, hanya tidak diketahui pasti kapan dan dimana akan terjadi.
Negara mana pun bisa mengalami kejadian seperti ini, termasuk di Amerika Serikat.
Jika kelompok teroris mendapat tekanan, maka yang di bawah akan bergerak.
“Mungkin polisi tahu, tapi di mana dan kapan,” katanya.
Kelompok pengebom ini, menurutnya tidak masuk dalam perakit bom besar.
Kalaupun ada kebakaran itu hanya efek samping.
Bukan karena efek residunya. Yang muncul api dan terbakar itu ban, tangki bensin dan lainnya.
Sedangkan asap yang membumbung tinggi itu juga akibat efek samping benda-benda seperti ban yang terbakar.
Asap tinggi itu bukan efek residu, makanya warna asapnya hitam bukan putih.
Sementara dominan warna asap yang muncul tadi itu hitam.
“Kalau warna asap juga bisa dipelajari bahan peledaknya dari apa. Tergantung bahannya,” ungkap Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian ini.
Polisi yang olah TKP akan bisa melihat benar apakah itu dampak residu atau bukan.
Dan bisa dicocokkan dengan bahan-bahan yang terbakar di sekitar kejadian.
Jika ada kesamaan pola, maka dengan mudan untuk mengidentifikasinya.
Apakah sama dengan yang dulu (kelompok insiden tahun 2000-an, red) yang berafiliasi dengan ISIS atau tidak.
“Bom dari kelompok baru atau lama,” katanya.
Ali Fauzi menambahkan analisis mendalam yang bisa dipakai jalan dalam proses penyelidikan oleh polisi.
Ia juga menambahkan perihal pelaku bom bunuh yang ternyata seorang perempuan.
Bisa jadi perempuan itu anggota keluarganya, mungkin suaminya masih dalam tahanan, atau anaknya juga dipenjara.
Bisa juga suaminya meninggal di Syiria atau di Irak.
"Perlu dicari tahu," katanya.
(Tribunjatim.com/Hanif Manshuri)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Eks Teroris Bongkar Alasan Surabaya Jadi Sasaran Teror Bom, Reproduksi Calon Pengantin Juga Disebut