Pelaku Bom Tiga Gereja di Surabaya Dikenal Punya Paham Keagamaan yang Aneh
"Kami sangat terpukul mengetahui kabar ini," ujar Rusiono, perwakilan keluarga, kepada wartawan, Senin (14/5/2018).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Satu pelaku bom bunuh diri dari tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5/2018), berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Dia adalah Puji Kuswati (43), ibu yang meledakkan diri bersama dua anaknya di Gereja Kristen Indonesia, Jalan Diponegoro.
Orangtua Puji, pasangan H Koesni dan Hj Minarti Isfin, merupakan orang terpandang di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi.
Baca: Tak Terima Kadernya Sebut Bom di Surabaya Rekayasa, Puluhan Orang Geruduk Kantor DPP PKS
Mereka pengusaha jamu tradisional.
Kedua orangtua Puji masih menutup diri usai peristiwa ini saat kepala desa Tembokrejo, Sumarto, beserta jajaran kepolisian mengunjungi rumah mereka.
Hanya perwakilan dari pihak keluarga, Rusiono, yang mendampingi perangkat desa.
"Kami sangat terpukul mengetahui kabar ini," ujar Rusiono, perwakilan keluarga, kepada wartawan, Senin (14/5/2018).
Menurut Rusiono, pihak keluarga sangat syok mendengar kabar ini. Keluarga tidak menduga Puji beserta anak-anaknya harus berakhir seperti ini.
Baca: Siapa Sosok Misterius yang Mondar-mandir di Sekitar Mako Brimob?
Menurut Rusiono, selama ini pihak keluarga tidak setuju Puji menikah dengan suaminya, Dita Supriyanto.
"Sebelum Puji menikah, pihak keluarga tidak setuju. Suaminya itu terlihat agak aneh, terutama pemahaman soal keagamaan. Pihak keluarga di Banyuwangi sempat menolak, tapi dia tetap saja nekat menikah,” kata Rusiono.
Sejak itulah Puji berubah, menjadi tertutup jarang bergaul bersama keluarga.
Terakhir Puji ke Banyuwangi bersama keluarganya pada Januari 2018.
Rusiono menambahkan, pihak keluarga juga tidak mengetahui aktivitas sehari-sehari keluarga Puji di Surabaya.
Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman, menyatakan, keluarga di Banyuwangi tidak ada kaitannya dengan aksi pengeboman di Surabaya.
"Memang benar Puji Kuswati kelahiran Banyuwangi. Kami sudah lakukan penelusuran. Pihak keluarga di Banyuwangi tidak terlibat dalam aksi ini," kata Donny.
Tertutup
Selama ini, keluarga Puji tinggal di Perumahan Wisma Indah, Jalan Wonorejo Asri XI, Blok K, Nomor 22, Surabaya.
Keluarga tersebut dikabarkan jarang bersosialisasi dua tahun terakhir.
Padahal, tiga tahun yang lalu Dita pernah menjadi ketua sub RT 2/RW 3, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut.
Ketua Sub RT adalah jabatan di bawah kepala RT di mana Sub RT hanya membawahi satu blok saja.
Jabatan Dita pun diganti oleh Adi, warga yang rumahnya hanya berjarak tujuh bangunan dari rumah Dita.
Adi tinggal di lingkungan tersebut sejak 2010. Sebelum itu, Dita dan keluarganya sudah terlebih dulu tinggal di lokasi tersebut.
"Orangnya tertutup. Identitas dia tidak pernah ditunjukan. Bahkan kepada RT," kata Adi saat ditemui di rumahnya, Minggu (13/5/2018).
Informasi soal Dita hanya diketahui dari cerita para tetangga.
Adi, misalnya, tahu bahwa orang tua dari salah satu pasangan istri itu berasal dari Banyuwangi. Tapi ia tak tahu detail tentang latar belakang lain dari mereka.
Di luar itu, Adi mengenal Dita sebagai orang yang baik.
Tak tampak ada perilaku radikal darinya, juga keluarganya.
Meski tak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar dua tahun terakhir, ia menunjukkan gelagat yang baik setiap kali keluar rumah.
"Jarang ketemu. Kalau ada kumpul-kumpul RT, dia tak pernah datang," ungkapnya.
Perilaku serupa juga ditunjukkan istri dan anak-anaknya.
Menurut Adi, sejak dulu, istri dan anak-anaknya tidak pernah berkumpul dengan warga sekitar.
"Rumah itu tidak ada tegangganya yang pernah masuk. Dia kalau ke rumah saya, saya persilakan. Tapi dia tidak pernah (mengajak orang ke rumahnya)," tutur dia.
Pernah suatu ketika Adi punya perlu dengan Dita. Ia pun mendatangi rumahnya, tapi rumah selalu dalam keadaan terkunci.
Ketika banyak yang penasaran bagaimana cara Dita mengajak anak dan istrinya menjadi pelaku?
Dilansir Sripoku.com dari laman Facebook sang istri, ternyata Dita terlebih dahulu memberikan doktrin kepada istrinya.
Hal itu terlihat dari beberapa postingan istrinya soal kehidupan setelah mati. Benar saja, ketika istri sudah terpengaruh Dita dengan mudah mempengaruhi anaknya.
Ia terakhir mengunggah di akun Facebook-nya pada 2014 lalu. Ditilik dari rekam jejak di beranda Facebook-nya, Puji juga pernah menulis beberapa status soal kehidupannya.
Terlebih, ia sering menuliskan status soal nasihat berbau islami, dan membahas soal kehidupan setelah kematian.
Berikut beberapa di antaranya :
"Kesulitan di dunia tidak ada apa apanya dibandingkan kesulitan di negeri akherat. Yang memudahkan kita adalah kedekatan kita dengan ALLAH."
"Selalu mengingat ALLAH dan hari esok harus lebih baik. itulah moto bujang kecilku. Smg ALLAH menguatkanmu nak..."
"Banyak orang baik tapi kebaikanya hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk ALLAH"
"Tidak diciptakan dua hati dalam satu wadah. Dan telah ditetapkan bahwa konsumsi hati adalah nilai nilai kebenaran dari ALLAH, jadi jika hati(qolbu) diberikan konsumsi selain nilai nilai kebenaran dr ALLAH maka ia akan bocor, tergoncang dan akhirnya rusak. Raih cinta dari ALLAH dg memberi konsumsi qolbu yg benar."
Nyaris tak ada gelagat yang menunjukkan keluarga Dita berpaham radikal.
Sang istri, yang dalam pengeboman menggunakan cadar, berpenampilan normal saja sehari-hari.
Pernah dua tahun lalu rumah Dita dipakai untuk latihan silat orang-orang dari luar. Adi mengetahuinya dari laporan satpam.
Ia pun tak pernah mengganggap hal itu sebagai hal yang mencurigakan. Sebagai warga kampung itu, Dita bekerja tak tetap.
Dia pernah bekerja sebagai pembuat jamu. Kemudian, ia menjadi pembuat minyak kemiri. "Dulu pernah limbahnya dibuang di got. Tetangga-tetangga marah," tambahnya.
Empat anak Dita pun masih bersekolah. Satu masih di jenjang SMA, satu jenjang SMP, dan dua jenjang SD.