Bupati Abdul Latif Didakwa Terima Suap Rp 3,6 Miliar dari Proyek RSUD Haji Damanhuri Barabai
Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tersebut diberikan karena telah mengupayakan PT Menara Agung Pusaka
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah nonaktif, Abdul Latif menerima suap sebesar Rp 3,6 miliar terkait proyek pembangunan RSUD Haji Damanhuri Barabai.
Saat membacakan surat tuntutan, Jaksa penuntut umum KPK, Kresno Anto Wibowo mengatakan, Abdul Latif menerima suap dari Direktur Utama PT Menara Agung Pusaka, Donny Witono selaku pemenang lelang proyek pembangunan rumah sakit tersebut.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tersebut diberikan karena telah mengupayakan PT Menara Agung Pusaka, perusahaan milik Donny Witono memenangkan lelang dan mendapatkan pekerjaan proyek pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP RSUD H. Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun anggaran 2017, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai kepala daerah," ungkap Kresno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/05/18).
Dalam surat dakwaan, dijelaskan Abdul Latif menerima suap dari Donny melalui Ketua KADIN Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani. Donny memberikan dua lembar Bilyet Giro yang pencairannya dilakukan dalam dua tahap.
"Pencairan pertama sejumlah Rp 1,8 miliar setelah uang muka pekerjaan proyek diterima dan sisanya dicairkan saat pekerjaan selesai. Catatan penerimaan fee dengan besaran 7,5 persen dikali nilai kontrak setelah dipotong pajak, sehingga diperoleh nilai fee sejumlah Rp 3,6 miliar," ujarnya.
Jaksa KPK menilai perbuatan Abdul Latif bertentangan dengan kewajibannya selaku kepala daerah sebagaimana diatur Undang-undang tentang Pemerintah Daerah.
Perbuatan Abdul Latif juga dinilai bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara sebagaimana diatur Undang-undang e 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Abdul Latif diancam pidana dalam pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menanggapi dakwaan jaksa, Abdul Latif mengaku tidak akan mengajukan eksepsi melainkan langsung masuk ke pokok perkara yakni pemeriksaan saksi dari kubu jaksa.
Karena Abdul Latif tidak mengajukan eksepsi maka persidangan dilanjutkan dengan pembuktian. Hakim meminta jaksa menyiapkan saksi-saksi untuk dihadapkan pada sidang berikutnya, Senin (4/6/2018).
Sebelum sidang ditutup, Abdul Latif memohon pada hakim agar perkaranya bisa di sidangkan seminggu dua kali. Menaggapi itu, hakim akan mempertimbangkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.