Suara Dentuman Keras di Pengadilan Negeri Jaksel Bukan Bom
Suara dentuman keras yang sempat terdengar di tengah sidang terdakwa perkara bom Thamrin, Aman Abdurrahman, ternyata berasal dari proyek
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara dentuman keras yang sempat terdengar di tengah sidang terdakwa perkara bom Thamrin, Aman Abdurrahman, ternyata berasal dari proyek pembangunan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta Selatan.
"Bukan aksi teror, jadi si tukang pekerja mau potong drum untuk dijadikan tempat sampah. Tapi drum itu masih ada cairan kimia ternyata, karena mau dilas untuk dipotong akhirnya kena percikan api," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Indra Jafar kepada wartawan di PN Jaksel, Jumat (25/5/2018).
Baca: Suasana Sidang Aman Sempat Tegang ketika Terdengar Suara Dentuman
Indra menegaskan bahwa suara tersebut bukan merupakan aksi teror. Korban luka pun tidak ada dari insiden tersebut.
" Tidak ada korban luka. Sementara gak ada," ungkap Indra.
Sebelumnya suara dentuman keras tersebut sempat membuat panik seisi ruang sidang panik. Hakim pun sempat menskors sidang yang beragendakan pembelaan atau pleidoi itu sementara.
"Sidang di skors," ujar hakim.
Dentuman juga membuat panik pegawai di PN Jaksel yang keluar dari ruangannya. Hal itu pun langsung direspon petugas yang berjaga-jaga.
Bahkan petugas dengan senjata laras panjang sempat mengangkat senapan untuk bersiaga. Pengunjung sidang pun dilarang keluar oleh petugas.
"Jangan keluar jangan keluar," ujar petugas bersenjata laras panjang.
Namun akhirnya sidang kembali dilanjutkan meski belum diketahui sumber suara dentuman tersebut.
"Sidang kembali dimulai," ujar hakim lagi.
Seperti diketahui, Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.
Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.
Dalam tuntutannya JPU menyebut tak ada hal yang meringankan. Alih-alih meringankan Aman disebut malah memiliki sedikitnya enam hal memberatkan.
Selain kasus tersebut, Aman pun pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010, Densus 88 menjerat Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.