Pendiri NII Crisis Center Sebut Anak Jenderal TNI/ POLRI Berpotensi Terbujuk Ikut Paham Radikal
sekarang jangankan masyarakat umum, apalagi yang masih remaja, seorang anak jendral TNI/ POLRI saja bisa dengan mudah direkrut oleh kelompok radikal
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menurut Pendiri NII crisis Center yang juga Mantan Komandan NII, Ken Setiawan, sebelumnya dalam perekrutan kelompok radikal selalu menghindari keluarga dari kalangan TNI/ POLRI, hanya masyakat umum saja.
Sebab, bila ketahuan berakibat fatal dan mudah dalam pengembangan, jadi berbahaya bagi kelompok, jangan sampai gara gara satu orang terus yang lain berbahaya.
Namun hal itu berbeda, sekarang jangankan masyarakat umum, apalagi yang masih remaja, seorang anak jendral TNI/ POLRI saja bisa dengan mudah direkrut oleh kelompok-kelompok radikal yang pada akhirnya akan menjadikannya seorang teroris.
Bila bisa diyakinkan bisa meninggalkan dan berbohong dengan keluarga maka perekrutan pun di lanjutkan.
Faktanya, lanjut Ken, banyak anak tentara dan polisi menjadi korban perekrutan, bahkan tentara dan polisi aktif juga banyak terkena paham radikal sehingga meninggalkan tugas mulia sebagai abdi negara demi bergabung di kelompok radikal.
Luar biasanya menurut Ken Setiawan, ada anak rektor kampus tentara yang juga direkrut kelompok radikal sehingga mengkafirkan orang tuanya.
"Anak Kapolda di wilayah Sumatra juga ada yang pernah ada yang direrut oleh kelompok radikal," kata Ken Setiawan dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/5/2018).
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan, dalam setiap kegiatan seminar juga mengungkapkan, salah satu cara yang dipakai adalah dengan mencuci otak sasaran yang akan direkrut.
Misal dengan simulasi yang melibatkan audiensi dalam 5 menit orang tersebut bisa berkata dirinya ternyata berada di negara jahiliyah dan dirinya adalah orang kafir .
Ia mencontohkan model perekrutan oleh NII, sebagaimana yang pernah ia lakukan beberapa tahun silam.
"Model-model perekrutan itu dibeberkan agar seluruh peserta waspada dan berhati-hati apabila menemui hal serupa," terang Ken.
Menurutnya, sebelum merekrut, ia akan melakukan 'screening' terlebih dahulu terhadap orang yang akan direkrut.
"Kita pelajari aktivitas kesehariannya, pekerjaannya apa, bagaimana keluarganya, hobinya apa, apa yang dia suka/ tidak sukai dan sebagainya," ungkap Ken.
Dengan mengetahui seluk beluk berbagai latar belakang calon target, maka proses perekrutan akan lebih mudah.
Termasuk bagaimana menentukan model perekrutan.
Secara atraktif, Ken mencontohkan bagaimana dia 'mencuci otak' calon target. Ia mengajak salah seorang peserta sosialisasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan simpel.
Termasuk dari hal yang paling mendasar bagi seorang muslim, yakni kalimat Syahadat.
"Contoh pertanyaan yang akan saya sampaikan begini. Kapan Anda mengucap kalimat Syahadat?," tanya Ken kepada orang yang akan ia rekrut.
Dari jawaban yang diberikan, Ken langsung mencecar si orang yang akan direkrut itu dengan berbagai dalil.
Ia menukil berbagai ayat Alquran serta hadits yang diambil secara sepotong-sepotong.
Lalu mengajak orang yang bersangkutan untuk mengulang kalimat syahadat. Padahal ayat Alquran dan hadits Rasul itu ditafsirkan secara sepotong-sepotong.
Tak sampai di situ, si perekrut, yang dicontohkan oleh Ken adalah dirinya sendiri, meneruskan dengan doktrin-doktrin tentang negara, aturan hukum, dan sebagainya.
Sebagai contoh, doktrin yang disampaikan salah satunya disebutkan bahwa negara Indonesia melawan hukum Allah, karena hukum yang dipakai tidak berdasar Alquran dan Hadits.
"Berarti Anda telah mendurhakai Allah, karena Anda muslim tetapi tidak menggunakan hukum Islam," kata Ken.
Hukum islam adalah alquran yang di jadikan sebagai peraturan, bukan hanya sekedar hanya dibaca saja. Tapi dijalankan dalam hidup bernegara.
Menurut Ken, dalam dialog perekrutan mengatakan apakah dalam memutuskan perkara di indonesia menggunakan hukum islam atau hukum KUHP peninggalan penjajah Belanda? Ini pertanyaan yang nanti menjebak.
Diungkapkan pula, calon yang akan direkrut diibaratkan sebagai buah apel yang masih bersih lalu jatuh di tempat sampah.
"Nah, mereka anggap kita orang Indonesia ini berada di tempat yang tidak bersumber pada hukum Allah. Negara kita yang tidak bersumber pada hukum Islam ini diibaratkan tempat sampah," kata Ken.
Maka untuk membersihkannya harus dicuci. Orang yang direkrut ini, di NII, lama proses 'pencuciannya' beragam.
"Ada yang dikatakan sampai 30 tahun, ada yang lebih lama dari itu," beber Ken.
Doktrin-doktrin semacam itu, imbuh Ken, dimaksudkan untuk membuat kita ragu terhadap negara yang kita cintai ini.
"Termasuk, kita dibuat ragu dengan agama yang kita cintai," jelas Ken.
Maka kita disuruh bersyahadat lagi dan mengikuti ajaran dengan cara mereka.
Lalu didoktrinkan pula agar kita timbul kebencian terhadap NKRI karena menggunakan aturan-aturan hukum peninggalan penjajah," imbuhnya.