Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kehidupan Berubah Total, Kisah Zulia Mahendra Anak Amrozi, Dalang Serangan Terorisme Bom Bali I

Inilah kisah anak Amrozi, dalang serangan Bom Bali I yang disebut-sebut sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Editor: Suut Amdani
zoom-in Kehidupan Berubah Total, Kisah Zulia Mahendra Anak Amrozi, Dalang Serangan Terorisme Bom Bali I
Kolase Tribunnews
Amrozi (kiri) dan putranya (Kanan) 

TRIBUNNEWS.COM - Putra bungsu Amrozi, Zulia Mahendra pernah membentangkan spanduk bertulisakan, "Aku akan lanjutkan perjuangan Abi (bapak)".

Inilah kisah anak Amrozi, pelaku serangan Bom Bali I yang disebut-sebut sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Dari insiden itu, tercatat 202 orang meninggal dunia dan 209 lainnya luka-luka.

Amrozi adalah satu di antara beberapa dalang di balik peristiwa mengerikan itu.

Pada 7 Juli 2003, Amrozi pun divonis hukuman mati.

Tidak berselang lama, dua pelaku lainnya, Imam Samudra dan Ali Gufron alias Muklas pun dijatuhi hukuman yang sama.

Ketiga orang itu kemudian dijuluki Trio Bomber Bali.

Setelah melalui berbagai proses yang begitu panjang, Amrozi cs dieksekusi mati pada Minggu (9/11/2008) di lembah Nirbaya, Nusakambangan.

Berita Rekomendasi

Kematian Amrozi ternyata tak bisa diterima begitu saja oleh putra bungsunya, Zulia Mahendra.

Menurut laporan Surya.co.id, saat kematian Amrozi kala itu, Zulia Mahendra membentangkan spanduk bertuliskan, "Aku akan lanjutkan perjuangan Abi (bapak)."

Saat itu, Zulia masih duduk di bangku SMA yang secara psikis ia masih dalam masa pencarian jati diri.

Sejak itu pula, Zulia Mahendra merasa membenci negara.

Pemikiran untuk meneruskan jejak sang ayah pun muncul.

Bahkan, ia belajar membuat dan merakit bom secara otodidak.

Ilmu tentang persenjataan pun dipelajarinya.

Selama sembilan tahun lebih hidup dengan perasaan emosi kepada negara.

Zulfia Mahendra tidak pernah sekalipun hormat ke bendera merah putih.

Baik saat sekolah maupun kala dirinya kuliah.

Ia juga diketahui tak pernah mengikuti upacara bendera.

Hal itu kemudian membuatnya kerap dipanggil ke ruangan bimbingan konseling.

Namun tetap saja, pemanggilan itu tidak membuatnya berubah.

Seiring berjalannya waktu, Zulia Mahendra akhirnya sadar.

Zulia Mahendra mulai merasa dendamnya selama ini tidak ada gunanya.

"Sangat-sangat benci (sama negara)."

"Bahkan saya dendam, dalam artian, saya harus meneruskan (perjuangan ayah) ini."

"Saya nggak bisa tinggal diam,” ujar Hendra saat mengenang masa lalunya, Minggu (20/8/2017) silam.

Kesadaran Hendra, sapaan Zulia Mahendra, mulai tumbuh ketika ia banyak berdiskusi dengan paman-pamannya yang juga mantan instruktur perakit bom jamaah islamiyah, Ali Fauzi dan Ali Imron.

"Jadi memang dari proses-proses yang sudah berjalan, apalagi usaha dan perbaikan mental dari paman, dari ustaz Ali Fauzi, dari ustaz Ali Imron, memang sangat-sangat membantu dalam memulihkan,” kata Hendra.

Menurut Hendra, ia kini tengah mencoba menghapus sisa-sisa dendam yang masih menempel di hatinya.

 “Dari proses-proses yang sudah berjalan – 10 tahun itu – memang sudah berpikir, sih."

"Sudah berpikir saya harus buang dendam yang memang lama."

"Memang masih ada-lah, dendam-dendam sedikit lah."

"Tapi coba saya hapus," ujarnya.

Hendra menjelaskan, segala hal tidak akan pernah selesai bila dibarengi dengan dendam.

Sebab, kata Hendra, akan muncul para pendendam baru saat ia membalas dengan pengrusakan dan pembunuhan.

“Insya Allah. Saya mendukung langkah bapak dulu."

"Dan insya Allah, bapak juga mendukung langkah saya (sekarang),” katanya.

Bukti telah berubahnya Hendra dari seorang pendendam menjadi hormat pada negara dibuktikan dengan kesediaannya menjadi pengibar bendera merah-putih dalam upacara HUT ke-72 RI di sekitar kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Lamongan, 17 Agustus 2017 lalu.

Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kiri) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017).
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kiri) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017). (surya/hanif manshuri)
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kiri) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017).
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kiri) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017). (surya/hanif manshuri)

Saat itu, Hendra tidak sendiri.

Ia bersama anak mantan teroris lainnya, Syaiful Arif dan Khoerul Mustain, menjadi petugas pengibar bendera pada momen yang juga menjadi perhatian sejumlah media asing itu.

Baik Mahendra, Syaiful, dan Khoerul, ketiganya terlihat sempurna saat menjalankan tugasnya sebagai petugas pengibar bendera.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Sempat Dendam Amrozi Dihukum Mati, Anaknya Tak Upacara & Belajar Senjata, Kini Dia Berubah Total.

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas