Sengketa Pilkada: Bawaslu Tidak Perlu Menunggu Laporan
Dalam masa tenang ini masih diwarnai masalah klasik pilkada, yaitu politik uang, ketidaknetralan TNI-Polri dan ASN serta problematika daftar pemilih
Penulis: FX Ismanto
Lapora Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam masa tenang ini masih diwarnai masalah klasik pilkada, yaitu politik uang, ketidaknetralan TNI-Polri dan ASN serta problematika daftar pemilih. Dugaan politik uang di pilkada Lampung, Kudus, dugaan ketidaknetralan polisi di Maluku dan daftar pemilih ganda 23.148 di Sumatera Utara. Penyelenggara pemilu khususnya Bawaslu harus responsif.
“Tidak perlu menunggu laporan tapi dapat dijadikan temuan untuk dilakukan penyelidikan,” tegas Benny Sabdo, seorang Advokat dan sekaligus Sekretaris TAKEN (Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia), kuasa hukum pemohon judicial review terhadap UU No. 19 ahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Penegasan Benny Sabdo itu diungkapkannya menanggapi pernyataan media, seusai sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Pemohon gugatan adalah AM Putut Prabantoro dan Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri, dua warga negara yang bertindak atas nama perseorangan. TAKEN terdiri dari Dr Iur Liona N. Supriatna, M.Hum, Hermawi Taslim, SH., Daniel T. Masiku, SH., Sandra Nangoy, SH., MH., Benny Sabdo Nugroho, SH., MH, Gregorius Retas Daeng, SH, Alvin Widanto Pratomo, SH. dan Bonifasius Falakhi, SH. Gugatan terhadap UU BUMN tersebut didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) dan Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI).
Benny menandaskan Bawaslu sebagai penegak hukum proses pilkada memegang peranan kunci untuk menjamin pilkada yang taat asas dan tidak menyimpang dengan regulasi. Menurutnya, penegakan hukum pemilu bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi peserta pemilihan daerah. “Bawaslu seharusnya dapat melakukan pencegahan supaya tidak terjadinya kecurangan dalam proses pilkada, sekaligus tindakan ini untuk melindungi integritas pilkada,” tandasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan MK juga harus siap-siap menjadi muara dari sengketa hasil pilkada di 171 daerah pada pilkada serentak 2018 ini. Menurutnya, hal ini disebabkan proses penyelenggaran pilkada serentak 2018 masih banyak dinodai dengan adanya dugaan berbagai pelanggaran. “MK sebagai lembaga yang berwenang memutuskan sengketa hasil pilkada harus benar-benar jujur dan adil. Jangan sampai dinodai seperti preseden oleh para hakim pendahulunya,” urainya.
Ia mengatakan penegakan hukum dalam proses pemilihan daerah merupakan parameter dalam mengukur apakah pilkada itu telah diselenggarakan secara berintegritas. Dalam mempersoalkan integritas penyelenggaran pemilihan, masalah hukum pemilu harus diselesaikan dengan mempertimbangkan keadilan pemilu dan dilakukan oleh institusi peradilan yang dapat dipercaya, tidak memihak, dan bebas dari kepentingan politik mana pun. “Karena itu, MK harus mempersiapkan diri dalam memutus sengketa hasil pilkada 2018. Untuk para kandidat pasangan calon siapkan tim adovokat terbaik untuk membela dan memperjuangkan keadilan di MK,” pungkas alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI itu. (*)