KPK Geledah Kantor Bupati dan Dinas PUPR Bener Meriah
Penggeledahan kali ini dilakukan secara pararel di empat lokasi yakni Dinas PUPR, Dispora Aceh, kantor Bupati Bener Meriah
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian penggeledahan di wilayah Aceh, Selasa (10/7/2018).
Penggeledahan kali ini dilakukan secara pararel di empat lokasi yakni Dinas PUPR, Dispora Aceh, kantor Bupati Bener Meriah dan Kantor Dinas PUPR.
"Selain kantor Dinas PUPR dan Dispora di Aceh, kami juga melakukan penggeledahan di dua lokasi di kab Bener Meriah, yaitu: Kantor Bupati dan Kantor Dinas PUPR," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Penggeledahan ini dilakukan terkait tindak pidana korupsi dana otsus Pemprov Aceh. Sebelumnya pada minggu lalu, KPK juga menggeledah kediaman Gubernur Aceh nonaktif , Irwandi Yusuf, serta rumah dua pihak swasta, Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Febri melanjutkan sejauh ini dari dokumen dan catatan proyek yang disita pihaknya, semakin
menguatkan konstruksi pembuktian kasus ini.
Atas serangkaian penggeledahan di Aceh, KPK menghimbau agar pihak-pihak di lokasi penggeledahan dapat koperatif dan membantu proses penyidikan ini.
"Karena selain ini adalah proses hukum, pengungkapan kasus ini juga kami pandang penting bagi masyarakat Aceh. Terutama karena korupsi itu merugikan bagi masyarakat," tegas Febri.
Diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran DOKA TA 2018. Mereka yakni Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi serta dua pihak swasta, Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Diduga, Gubernur Irwandi meminta jatah sebesar Rp 1,5 miliar atas fee ijon proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA tahun 2018. Irwandi meminta jatah tersebut pada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Ahmadi sendiri baru menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta pada Gubernur Irwandi melalui dua orang dekatnya, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga pemberian ini merupakan komitmen fee 8 persen yang jadi bagian untuk pejabat Pemerintah Aceh.