Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menghitung Peluang Aher, Zulhas, dan AHY Dampingi Prabowo

Jangan hanya karena berharap PKS, PAN, dan atau Partai Demokrat menjadi teman koalisi, lalu terjebak pada opsi cawapresnya

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Menghitung Peluang Aher, Zulhas, dan AHY Dampingi Prabowo
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meninggalkan RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (18/7/2018). Kedatangan Prabowo untuk menjenguk Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang dirawat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika ingin menang terhadap petahana Joko Widodo (Jokowi) di pertarungan kedua dalam Pilpres, Prabowo Subianto harus berhati-hati dalam menentukan figur Calon Wakil Presiden (Cawapresnya).

"Jangan hanya karena berharap PKS, PAN, dan atau Partai Demokrat menjadi teman koalisi, lalu terjebak pada opsi cawapresnya harus dari salah satu parpol itu," ujar Pengamat politik, Said Salahudin, kepada Tribunnews.com, Kamis (19/7/2018).

Dia menjelaskan, keinginan partai politik calon koalisi Gerindra untuk menempatkan kadernya sebagai pendamping Prabowo memang sangat beralasan.

Adanya faktor 'presidential effect', kata dia, menjadi alasan mendasar bagi mereka.

Tetapi parpol-parpol itu menurut dia juga perlu melihat target yang lebih besar dari pembentukan koalisi.

Koalisi itu mau mereka bentuk hanya sekedar untuk "ikut" pilpres atau mau "menang" pilpres? Demikian Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini memepertanyakan.

Kalau sekedar mau ikut pilpres, maka kata dia, nama Ahmad Heryawan (Aher), Zulfikifli Hasan (Zulhas) dan atau Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebetulnya bisa dengan mudah diputuskan lewat cara undian, misalnya.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Umum PAN, Zulhas, dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cukup 'gambreng' bertiga, selesai urusan.

Tetapi kalau target koalisi ingin menang, tegas dia, maka masing-masing parpol perlu jujur dalam menakar kans dari masing-masing jagoannya.

"Saya sendiri menilai kalau Aher yang dipilih Prabowo, saya ragu pasangan itu nantinya bisa meraih suara yang signifikan," ujarnya.

Tetapi dia tidak meragukan ketokohan Aher. Dia sosok cerdas yang punya segudang prestasi.

Tetapi perlu dingat, dia mengingatkan, Pilpres itu lingkupnya nasional. Aher belum cukup dikenal oleh masyarakat di pelosok negeri.

"Namanya besar dalam cakupan yang terbatas. Di DKI Jakarta dan Jawa Barat, misalnya, nama Aher sangat tersohor," jelasnya.

"Etinisitas Aher yang berasal dari Suku Sunda juga menjadi alasan lain dari keraguan saya," katanya.

Sebab, ia menjelaskan, suka-tidak suka, mau-tidak mau, harus dipahami bahwa latar belakang suku seorang kandidat seringkali menjadi preferensi pemilih dan dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih.

Populasi pemilih dari Suku Sunda di luar Pulau Jawa, tidak sebesar orang Jawa, misalnya.

Sebaran pemilih yang terbatas itulah yang berpotensi mempersempit perluasan jangkauan suara pasangan Prabowo- Aher diluar Pulau Jawa.

Seandainya saja Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah pemilih terbanyak di Indonesia berada di luar Pulau Jawa, maka dengan segala prestasi yang dimilikinya ia berani mengatakan, Aher pantas dinomorsatukan.

"Bahkan tidak mustahil dia menjadi rebutan," ucapnya.

Adapun peluang Zulhas untuk mendamping Prabowo tampaknya masih dibawah dari Aher dan AHY, menurutnya.

Hal itu dia melihat, boleh jadi ada kaitannya dengan telah diberikannya posisi cawapres kepada Hatta Rajasa yang berasal PAN saat mendampingi Prabowo di pilpres 2014.

"Jadi mungkin ada semacam kesepakatan atau fatsun yang terbangun diantara Gerindra, PKS, dan PAN untuk tidak memberikan lagi posisi cawapres kepada kader PAN kembali karena ada semacam skema pergiliran," paparnya.

Selain daripada itu, ia melihat PAN sendiri seperti 'ogah-ogahan' atau tidak terlalu serius untuk mengusung Zulhas sebagai cawapres Prabowo.

Hal itu bisa dilihat dari inkonsistensi PAN dalam menyorongkan nama figur capres atau cawapresnya.

"Satu hari partai berlambang matahari terbit itu menyebut nama Zulhas, kapan waktu yang muncul nama Amien Rais. Bahkan dari mulut Zulhas sendiri justru terlontar nama Anies Baswedan," jelasnya.

Untuk AHY, imbuhnya, jika Prabowo sudah tidak mampu lagi membendung permintaan posisi cawapres dari teman koalisinya, maka di dalam keterpaksaannya itu Prabowo dapat saja mengandalkan tokoh baru dari Partai Demokrat tersebut.

Dia menilai, AHY bisa diandalkan Prabowo untuk mengambil suara dari pemilih pemula yang cenderung menyukai figur muda yang relatif segenerasi dengan mereka.

Dia mengingatkan, jumlah pemilih pemula di Pilpres nanti kan jumlahnya cukup lumayan.

"Walaupun sama-sama berlatar belakang militer, tetapi jika koalisi sepakat mengusung Prabowo-AHY, maka di dalam kampanye nantinya dapat saja sosok AHY tidak ditonjolkan sebagai seorang mantan tentara, tetapi lebih dicitrakan sebagai tokoh muda yang punya kemampuan memimpin bangsa," katanya.

Ia sampaikan, pamor SBY yang masih melekat di benak masyarakat dapat menjadi penambah stamina bagi koalisi Prabowo-AHY.

"Di pilpres 2014 lalu kan SBY masih mengambil sikap netral. Walaupun sebagian besar pengurus Demokrat mendukung Prabowo, tetapi jika dulu SBY ikut turun tangan, maka hasil pilpres mungkin saja berbeda," ujarnya.

"Jadi kalau parpol koalisi, jadi membungkus Prabowo-AHY sebagai capres-cawapres yang akan bertempur melawan petahana, maka keikutsertaan SBY untuk mengkampanyekan pasangan itu nantinya dapat menjadi bonus esktra," katanya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas