Syafruddin Sebut Terbitnya Surat Keterangan Lunas untuk BDNI Sudah Melalui Persetujuan Menteri BUMN
"Setelah menteri BUMN mengkaji lagi dan sudah benar, saya diminta menerbitkan SKL. Saya sebagai birokrat, negara meminta, ya saya lakukan,"
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus BLBI, Syafrudiin Arsyad Temenggung menjelaskan bahwa penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) sudah melalui persetejuan Menteri BUMN yang saat itu dijabat Laksamana Sukardi.
Sebagai seorang birokrat, kata dia, tentu harus bertindak sesuai dengan keinginan negara.
Dalam hal ini, keputusan tertanggal 17 Maret 2004 dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan persetujuan dari Menteri BUMN sesuai dengan aturan yang ada.
Baca: Boediono Mengaku Tidak Pernah Mendapat Laporan Misrepresentasi BDNI
"Setelah menteri BUMN mengkaji lagi dan sudah benar, saya diminta menerbitkan SKL. Saya sebagai birokrat, negara meminta, ya saya lakukan," ucapnya usai persidangan di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/7/2018)
Sementara itu, Mantan Menteri Keuangan, Boediono menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyerahkan kepada sistem yang berlaku terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Baca: Dengan Kepala Tertunduk, Seorang Tersangka Suap Bupati Labuhanbatu Tiba di Gedung KPK
Boediono yang juga merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) menjelaskan bahwa Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) memiliki hak untuk menerbitkan SKL.
Penerbitan, lanjut dia, juga sudah melalui proses panjang, seperti audit BPK, forum group discussion (FGD) bersama dengan intansi terkait, serta memenuhi aspek hukum yang berlaku.
"Kami di KKSK mengandalkan sistem. Sistem itu memberikan masukan info dan KKSK yang melihat apakah itu baik? Kalau memang detailnya kami tidak tahu. Tapi, mereka katakan akan dipenuhi. Ya kami terima. Dalam surat keputusan KKSK itu juga diiwajibkan BPPN mengecek kembali semua persayaratan, baru dikeluarkan SKL," urainya saat persidangan kasus BLBI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Baca: Lalu Muhammad Zohri Ungkap Cita-cita Awalnya Bukan jadi Pelari tapi Pesepak Bola
Dalam perkara ini, Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) didakwa kasus SKL BLBI. Kasus berawal pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Baca: Aris Cekik Mantan Kekasihnya Hingga Tewas di Lorong Lalu Menyeretnya ke Gudang Kayu
Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden. Syafruddin diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun.