Jero Wacik Minta Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
Dia menuturkan pengajuan PK dilakukan karena dia merasa ada kekhilafan hakim dan kekeliruan nyata dalam peradilan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana Jero Wacik hadir di sidang perdana permohonan Peninjauan Kembali (PK) dirinya yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/7/2018).
Menggunakan kemeja batik lengan panjang, Jero Wacik meminta doa pada awak media dan teman-temannya agar permohonan PK dirinya dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Dia menuturkan pengajuan PK dilakukan karena dia merasa ada kekhilafan hakim dan kekeliruan nyata dalam peradilan.
"Dengan adanya kekhilafan hakim dan kekeliruan yang sangat fundamental, serta novum yang kami ajukan ada 10. Maka kami mohon kiranya yang mulia berkenan menerima dan membenarkan alasan permohonan PK ini," ungkap Jero Wacik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca: Ikut Ajukan PK karena Artidjo Alkostar Pensiun? Jero Wacik: Gak Ada Hubungannya
Selain itu, Jero Wacik juga meminta agar MA membatalkan putusan MA jo putusan Pengadilan Tinggi jo putusan Tipikor Jakarta. Termasuk nyatakan pemohon tidak terbukti melakukan pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum.
"Kami mohon supaya bisa membebaskan pemohon dari seluruh dakwaan atau lepas dari segala tuntutan. Menyatakan dan menetapkan mengembalikan seluruh harta pemohon yang diserahkan ke KPK karena tidak terdapat kerugian keuangan negara dalam perkara pemohon," ujar Jero Wacik.
Diketahui sebelumnya Jero wacik dihukum pidana penjara selama 4 tahun di pengadilan tingkat pertama. Karena hukuman Jero wacik lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yakni 9 tahun penjara, jaksa akhirnya mengajukan banding.
Namun permohonan banding jaksa KPK ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Alhasil Jero Wacik tetap dihukun 4 tahun dan jaksa KPK mengajukan kasasi.
Di Mahkamah Agung (MA), kasasi yang diajukan jaksa penuntu umum dikabulkan akhirnya hukuman Jero Wacik malah diperberat menjadi 8 tahun penjara.
Jero dinilai terbukti menggunakan dana operasional menteri untuk kepentingan pribadi dan keluarga termasuk untuk pencitraan di sebuah surat kabar mencapai Rp 3 miliar.