Komisi VIII DPR Desak Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Selain itu berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011-2016 menunjukan angka kekerasan terhadap anak
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi VIII dari Fraksi Gerindra menggelar audiensi dengan forum pengadaan layanan membahas Rancangan Undang undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), Senin, (23/7/2018).
Dalam audiensi tersebut fraksi Gerindra sepakat bahwa pembahasan RUU tersebut harus segera dilakukan karena berdasarkan data Komnas Perempuan terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang tahun 2016.
Selain itu berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011-2016 menunjukan angka kekerasan terhadap anak untuk kasus pornografi dan cyber crime 1.593 kasus. Sementara untuk trafficking dan eksploitasi berjumlah 1.254 kasus.
Anggota Komisi VIII Rahayu Saraswati Djojohadikusumo berharap DPR segera mengesahkan Rancangan Undang Undang tesebut. Ia menilai agenda politik tahun 2018-2019 bukan penghalang anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Penghapusan KS melakukan pembahasan internal maupun dengan pemerintah.
"RUU ini harus segera ditetapkan, kondisinya sudah darurat, dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual saat ini sangat membutuhkan aturan ini dari segi perlindungan korban," ujar Sara.
Saat ini menurut Sara masih ada pro dan kontra dalan pembahasan RUU penghapusan Kekerasan Seksual, terutama dalam masalah definisi.
Hal tersebut membuat pembahasan terhambat, ditambah lagi padatnya jadwal anggota dewan mulai dari pengawasan Haji hinga pencalonan legislatif 2019.
"Makanya ini RUU penghapusan kekerasan seksual harus kita dorong terus, jangan sampai dilupakan. Fraksi Gerindra akan terus mendorong ini meskipun sudah memasuki tahun politik," katanya.
Sara mengatakan Fraksi Gerindra sudah menggelar diskusi dengan perumus RUU dan aktivis perlidungan korban Kekerasan seksual yang kemudian menghasilkan daftar Inventaris masalah (DIM). Dim tersebut kemudian didiskusikan dengan pemerintah untuk kemudian dibahas dalam tahapan selanjutnya.
"Kita perjuangkan semua klausul, prioritas utama adalah perlindungan korban dari segala segi hukum acara, bahkan dari saat pelaporan. Dan tentunya perjuangan untuk pemulihan korban dan keluarga korban," katanya.
Sara optimis, RUU ini akan segera dibahas untuk menjadi undang undang karena setiap fraksi yang ada di DPR memiliki komitmen yang sama terhadap perlindungan korban kekerasan seksual.
"Saya juga berharap dukungan masyarakat agar terus mengingatkan dan mendorong DPR agar dapat segera mengesahkan RUU ini," pungkasnya.