TRIBUNNEWS.COM, MELBOURNE -Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) hadir di Monash Caulfield Faculty of Arts Melbourne sebagai pembicara tunggal dalam kuliah umum bertajuk Islam and Nationalism.

Diskusi tersebut dihadiri sekitar 200 peserta dari kalangan mahasiswa, warga Indonesia di Melbourne, pengurus cabang NU serta civitas akademika Monash, Cak Imin disambut hangat oleh tuan rumah dan peserta.

"Saya perkenalkan Mr. Abdul Muhaimin Iskandar, wakil ketua MPR serta ketua umum PKB. Usia 33 tahun dulu sudah menjadi wakil ketua parlemen pertama pasca reformasi, kemudian terpilih sampai 3 kali, pernah menjadi menteri, dan sekarang menjadi kandidat wakil presiden terkuat di politik Indonesia. I am impressed (saya terkesan)," demikian ujar Professor Shareen, Dekan Fakultas Seni Universitas Monash saat memerkenalkan sosok Cak Imin pada mahasiswanya pada Jumat (27/7) di Melbourne.

"Mr. Iskandar berhasil membawa PKB keluar dari krisis, dari masa-masa sulit. Dalam usianya yang muda. Beliau juga selalu tampak gembira. Saya betul-betul apresiasi," demikian Dekan Shareen melanjutkan, yang ditimpali tepuk tangan peserta.

Dalam pidatonya berjudul Indonesia, Islam dan Nasionalisme, Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dipertentangkan antara Islam dan Kebangsaan.

Menurut Cak Imin Islam justru mendorong agar kita mencintai tanah air dan kampung halaman tempat kita lahir dan tumbuh.

"Cinta tanah air, cinta kampung halaman itu sesuatu yang manusiawi dan alamiah. Kita ingat saat Nabi Muhammad harus meninggalkan Mekkah akibat tekanan kaum Quraisy, beliau bersabda : betapa indahnya engkau, wahai Mekkah. Betapa cintanya aku padamu. Jika bukan karena aku dikeluarkan oleh kaumku darimu, aku takkan meninggalkanmu dan takkan kutinggali tempat selainmu," demikian petikan sejarah Rasulullah yang diungkapkan Cak Imin dalam kuliah umumnya.

Cak Imin menyebut para kyai pendiri bangsa Indonesia telah sepakat Indonesia bukanlah negara Islam, dan keputusan tersebut tidak patut untuk dipertentangkan.

"Jangan dipertentangkan. Meskipun 85% warga Indonesia adalah muslim, namun para kyai pendiri bangsa telah memutuskan bahwa negara kita bukan negara Islam. Ini sikap mulia. Kalau bukan karena keikhlasan ini, kita tidak akan lahir sebagai sebuah bangsa merdeka yang besar".

Diskusi dengan metode tanya jawab yang dimoderatori oleh Asisten Profesor Julian Millie berlangsung intens dan seru.

Peserta pada umumnya meminta penjelasan bagaimana aspirasi umat di Indonesia, baik secara ekonomi politik maupun sosial budaya.