Putusan MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD Diyakini Kembalikan Marwah DPD
Diketahui verifikasi pencalonan anggota DPD berakhir 19 Juli sementara putusan MK keluar pada 23 Juli 2019.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji Pasal 128 huruf I UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD 1945, maka pengurus Parpol dilarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) banyak menuai kontrofersi.
Pasalnya putusan MK ini dinilai sarat politis karena gugatan diajukan April dan diputuskan Juli. Selama tiga bulan, sudah ada putusan MK yang dinilai begitu cepat mengeluarkan keputusan.
Ditambah lagi, putusan MK keluar di menit-menit terakhir saat para calon hendak mendaftarkan diri sebagai anggota DPD.
Diketahui verifikasi pencalonan anggota DPD berakhir 19 Juli sementara putusan MK keluar pada 23 Juli 2019.
Menyikapi polemik tersebut, Wakil Kepala Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai keputusan MK sangat positif.
"Intinya adalah putusan MK harus langsung berlaku. Mari lihat ini sebagai pintu masuk untuk membentuk kembali DPD ke bentuk seharusnya, ke marwahnya," papar Bivitri Susanti dalam diskusi bertema DPD Bebas Parpol ?, Sabtu (28/7/2018) di Menteng Jakarta Pusat.
Menurut Bivitri, kondisi DPD sangat ini sangat tidak sehat karena sebagian besar angota DPD adalah para pengurus partai. Sehingga para anggota DPD ini lebih mementingkan parpol ketimbang keterwakilan daerah.
"DPD saat ini banyak diisi orang parpol, akibatnya daerah kurang terwakili. Putusan MK bisa jadi jalan masuk kembalikan DPD ke semula," katanya.