4 Tersangka Anggota DPRD Sumut Ajukan Prapradilan
Alasan Yuridis oleh pemohon yakni penetapan tersangka harusnya dilakukan setelah proses penyidikan dilakukan terlebih dahulu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat orang tersangka anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) dalam kasus korupsi mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho melakukan upaya prapradilan.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan empat pemohon praperadilan adalah tersangka yang sedang diproses di tingkat penyidikan oleh KPK yaitu WP (Washington Pane), MFL (M. Faisal), SFE (Syafrida Fitrie) dan ANN (Arifin Nainggolan).
Febri menyebut alasan praperadilan oleh pemohon salah satunya WP adalah membantahan menerima uang dari eks Gubernur Sumut karena dirinya tidak pernah menandatangani kwitansi atau slio atau bukti transfer sebagai tanda terima uang.
Alasan yang sama juga disampaikan oleh tersangka ANN dan MFL. Sedangkan tersangka SFE beralasan tidak mengetahui tentang adanya dana ketok palu.
Alasan Yuridis oleh pemohon yakni penetapan tersangka harusnya dilakukan setelah proses penyidikan dilakukan terlebih dahulu.
Menanggapi hal itu, KPK telah menyampaikan jawaban kemarin di persidangan hari ke-2 dalam dokumen setebal 77 halaman yang telah menjelaskan secara runtut kekeliruan-kekeliruan permohonan praperadilan dan menegaskan keabsahan prosedur yang dijalani KPK.
Hingga melakukan penyidikan dengan 38 orang sebagai tersangka.
"Dari aspek kompetensi relatif, kami memandang Pengadilan Negeri Medan Tidak Mempunyai kewenangan untuk mengadili praperadilan ini. Karena kedudukan hukum KPK secara jelas berada dalam yurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Febri Diansyah dalam keterangannya, Senin (30/7/2018).
"Sebagian besar alasan praperadilan sebenarnya masuk pada pokok perkara. Bantahan tidak menerima suap dengan alasan tidak ada bukti kwitansi tidak akan mempengaruhi penanganan perkara ini karena KPK telah memiliki bukti kuat sejak awal. Selain itu, pembahasan pokok perkara berada di ranah pembuktian di proses pengadilan tipikor," katanya.
Terkait dengan alasan penetapan tersangka harusnya dilakukan sejak penyidikan, hal ini pun bukan merupakan alasan yg baru dan telah sering diuji di sidang praperadilan.
KPK, kata Febri, dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada ketentuan Pasal 44 UU KPK yang bersifat khusus (lex specialis).
Dalam hal KPK menemukan bukti permulaan yang cukup maka dapat ditingkatkan ke Penyidikan. KPK meyakini, penetapan tersangka terhadap 38 orang telah memenuhi minimal 2 alat bukti tersebut.
Lebih lanjut, KPK juga mengingatkan kita semua, bahwa proses hukum terhadap 38 tersangka saat ini, termasuk 4 org pemohon merupakan proses lanjutan.
"Sebelumnya, 12 unsur Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi di DPRD Provinsi Sumut telah dijatuhi vonis bersalah di Pengadilan Tipikor. Sehingga, kami berharap proses dan hasil akhir putusan praperadilan ini dapat memperkuat penananganan perkara yang dilakukan KPK," kata Febri.
"Dalam proses pembuktian di praperadilan ini, KPK telah mempersiapkan sekitar 100 bukti yang terdiri dari Bukti tertulis dan elektronik, termasuk putusan praper yang dalam pertimbangan membenarkan penetapan tersangka KPK sesuai ketentuan sudah dan 13 putusan KPK sebelumnya," ujar Febri.
Sebelumnya diberitakan, suap untuk ke-38 anggota DPRD Sumut itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut Fee untuk tiap anggota DPRD Sumut itu disebut berkisar antara Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.
"Indikasi penerimaan, penyidik dapat fakta yang didukung surat dan barang bukti elektronik, ke 38 itu diduga menerima fee Rp 300-350 juta dari Gubernur Sumut (Gatot Pujo) terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagi anggota DPRD Sumut," kata Agus Rahardjo, Selasa (3/4/2018).