Indonesia Budget Center Pertanyakan Platform Antikorupsi Partai Politik
Roy menegaskan, keseriusan partai untuk memberantas korupsi memang menjadi pertanyaan karena masih banyak kader partai yang korupsi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Indonesia Budget Center, Roy Salam, menyatakan harus ada perubahan untuk pemilu ke depan dari pemilu-pemilu sebelumnya, yang ditandai dengan calon legislatif yang terbebas dari mantan narapidana korupsi.
Hal ini disampaikan Roy dalam diskusi “Menyambut Partai Tanpa Koruptor: Jangan Kendor!” di Jakarta, Senin (30/7/2018).
Roy menegaskan, keseriusan partai untuk memberantas korupsi memang menjadi pertanyaan karena masih banyak kader partai yang korupsi.
Dan ternyata parpol-parpol masih mau mencalonkan kadernya yang mantan napi korupsi untuk jadi anggota dewan. Membicarakan mengenai anti korupsi, tetapi masih ada kader parpol yang melakukan pelemahan lembaga-lembaga anti korupsi.
“Ini jadi pertanyaan, apakah benar parpol-parpol memiliki platform anti korupsi? Kalaupun ada platform anti korupsi, apakah benar-benar jadi prioritas partai?” kata Roy.
Baca: Gerindra Angkat Bicara usai Dikritik karena Usung 27 Bakal Calon Legislatif Mantan Napi Koruptor
Bagi Roy, hal yang dilakukan partai-partai ini tidak konsisten. Hanya untuk menaikkan popularitas partai. Daftar bakal calon legislatif mantan koruptor merupakan bukti partai politik tidak menjalankan platform anti korupsi partai.
Tercatat dari 16 partai nasional, hanya 1 partai politik yakni Partai Solidaritas Indonesia yang merupakan partai baru peserta pemilu 2019 yang bersih dari nama koruptur. Sementara itu partai baru lainnya ternyat tidak lepas dari menyodorkan nama-nama mantan napi korupsi.
“Sebagai pemilih saya akan protes jika disodorkan oleh partai politik kader yang koruptor. Apa tidak ada kader lain? Tapi parpol ini memang tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar,” kata Roy. Menurut Roy, situasi caleg koruptor ini sebuah anomali. Pemilu dibayari rakyat namun disodorkan calon-calon yang memiliki jejak korupsi.
Roy menyatakan, ada beberapa kegiatan kampanye parpol mendapatkan dana dari APBN. Sangat menyedihkan bahwa dana publik dipakai mendanai dan memfasilitasi koruptor.
Fenomena ini jelas mencederai demokrasi dan proses pemilu yang berintegritas. Kualitas proses pemilu dan pasca pemilu menjadi tidak selaras dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk pembangunan politik. Akibat korupsi kader-kader partai.
Lebih lanjut, Roy menyatakan apa yang dilakukan KPU melalui Peraturan KPU merupakan terobosan yang menarik.
Disebutkan bahwa pemilu memang sudah harus ada tahapan mencegah calon yang tidak berintegritas. Sehingga paling tidak meminimalisir karakter-karakter yang memang terbutki pernah korupsi.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun perlu berdiri tegas untuk mendukung penerapan PKPU. Untuk menghasilkan pemilu berintegritas.
Juga bagi partai peserta pemilu untuk menunjukkan konsistensi parta dalam platform anti korupsi. Bukan hanya saat kampanye namun hingga pascapemilu.
Bawaslu telah mengumumkan daftar nama bakal caleg mantan napi korupsi di DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, yang didaftarkan parpol-parpol peserta pemilu ke KPU.
Dalam daftar itu, Partai Gerindra menjadi partai yang paling banyak menyertakan nama mantan napi korupsi, yaitu 27 orang, diikuti oleh Partai Golkar 25 orang, NasDem 17 orang, Berkarya 16 orang, Hanura 15 orang, PDIP 13 orang, Demokrat 12 orang, Perindo 12 orang, PAN 12 orang, PBB 11 orang, PKB delapan orang, PPP tujuh orang, PKPI tujuh orang, Garuda enam orang, PKS lima orang.
PSI satu-satunya partai yang tidak mengajukan mantan narapidana korupsi sebagai caleg.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.