Pengusaha Hasmun Hamzah Cerita ke Istri Soal Fee Proyek di Kendari
Saat ditanya oleh jaksa KPK, Yoselin mengakui suaminya pernah cerita bahwa bekerja di bidang kontraktor
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menyidangkan kasus suap fee proyek di Kendari dengan terdakwa ayah dan anak Asrun dan Adriatma Dwi Putra yang juga Cagub Sulawesi Tenggara dan Wali Kota Kendari nonaktif.
Dalam sidang kali ini, Rabu (8/8/2018), jaksa KPK menghadirkan empat orang saksi. Satu diantaranya ialah istri Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah, Yoselin.
Saat ditanya oleh jaksa KPK, Yoselin mengakui suaminya pernah cerita bahwa bekerja di bidang kontraktor pasti harus membayar fee untuk mendapatkan proyek.
"iya, Pak Hasmun pernah cerita. Kata dia biasanya kalau mengerjakan proyek itu ada feenya. Soal diserahkan ke siapa saya tidak tahu. Jumlah proyek prosentasen fee juga tidak tahu," ungkap Yoselin.
Lanjut kubu kuasa hukum Asrun dan Adriatma kembali menegaskan kapan sang suami bercerita soal fee proyek pada Yoselin.
Yoselin menjawab dia tidak bisa pastikan kapan waktunya karena pembicaraan itu terjadi sambil lalu.
"Itu hanya sambil lalu saja, katanya kalau mau jadi kontraktor setiap proyek ada feenya," tambah Yoselin.
Untuk diketahui, Asrun dan Adriatma Dwi Putra didakwa menerima uang Rp 6,8 miliar oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keduanya menerima uang dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah yang telah dituntut 3 tahun penjara.
Uang tersebut diduga merupakan suap untuk pemulusan beberapa proyek yang ada di Kendari melalui perantara Fatmawati Faqih.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana atau Pasal 11 UU No 31 sebagaimana siubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.